JAKARTA - Di tengah derasnya arus informasi digital yang kerap tak terverifikasi, pemahaman sejarah bangsa menghadapi tantangan serius. Hoaks dan pseudohistori semakin mudah menyusup ke ruang publik, membentuk persepsi keliru tentang masa lalu Indonesia.
Kondisi inilah yang mendorong pentingnya kehadiran karya sejarah yang tidak hanya kuat secara akademik, tetapi juga relevan dengan konteks zaman. Buku Sejarah Indonesia 2025: Dinamika Kebangsaan dalam Arus Global hadir sebagai salah satu upaya menjawab kebutuhan tersebut.
Buku ini dinilai mampu menjadi penyangga kebangsaan di tengah disrupsi informasi yang berpotensi menggerus identitas nasional. Sejarah tidak lagi diposisikan sekadar catatan masa lalu, melainkan sebagai fondasi untuk memahami jati diri bangsa dan arah masa depan Indonesia di tengah perubahan global.
Sejarah Sebagai Penopang Identitas Bangsa
Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro, Singgih Tri Sulistiyono, menilai peluncuran buku ini berada pada momentum yang tepat. Menurutnya, bangsa Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan globalisasi, disrupsi informasi, hoaks, dan pseudohistori yang dapat melemahkan pilar kebangsaan.
“Ini waktu yang tepat ketika bangsa menghadapi globalisasi, disrupsi, hoaks, dan pseudohistori yang memperlemah pilar kebangsaan. Karena itu, kita perlu menemukan kembali identitas keindonesiaan yang semakin lama semakin tergerus,” katanya.
Singgih menegaskan bahwa sejarah memiliki peran strategis dalam memperkuat kesadaran kolektif bangsa. Ketika narasi sejarah disajikan secara komprehensif dan berbasis riset, masyarakat memiliki pegangan yang kuat untuk membedakan fakta dan distorsi sejarah yang berkembang di ruang publik.
Kebaruan Pendekatan Dan Kredibilitas Akademik
Menurut Singgih, buku Sejarah Indonesia 2025 menghadirkan kebaruan penting, baik dari sisi temuan maupun pendekatan penulisan. Salah satu kekuatan utama buku ini terletak pada kredibilitas akademiknya yang diperkuat oleh keterlibatan editor jilid dari berbagai institusi pendidikan tinggi di Indonesia.
Para editor berasal dari Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, Universitas Hasanuddin, Universitas Andalas, Universitas Diponegoro, Universitas Jember, Universitas Negeri Padang, Universitas Islam Internasional Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta universitas lainnya, termasuk dukungan dari Masyarakat Sejarawan Indonesia.
Keberagaman latar belakang akademik tersebut memastikan tidak adanya dominasi perspektif tunggal dalam penyusunan narasi sejarah nasional. “Kebaruan buku ini berasal dari temuan-temuan sejarah dalam kurun waktu sekitar 20 tahun terakhir, serta pendekatan metodologi yang Indonesia-sentris, berangkat dari otonomi sejarah, tetapi tetap ditempatkan dalam konteks global,” jelas Singgih.
Pendekatan ini memungkinkan sejarah Indonesia ditulis dari sudut pandang bangsa sendiri tanpa mengabaikan keterkaitannya dengan dinamika global.
Dinamika Sejarah Dalam Arus Global
Singgih menjelaskan bahwa sejarah Indonesia tidak dapat dilepaskan dari interaksi internasional. Sejak masa lampau, pelayaran dan perdagangan Nusantara dengan berbagai bangsa telah membentuk kebudayaan yang khas dan beragam. Interaksi tersebut menjadi bagian penting dalam membangun identitas Indonesia sebagai bangsa maritim yang terbuka terhadap dunia luar.
Perjumpaan dengan Barat kemudian melahirkan kolonialisme, yang pada gilirannya memicu antitesis dan perjuangan panjang hingga mencapai kemerdekaan. “Setelah itu, sejarah bergerak pada upaya mempertahankan kemerdekaan, memasuki era 1950-an ketika Soekarno tampil sebagai pemimpin dunia, hingga masa pembangunan di era Soeharto. Semua itu dirangkai dalam satu alur besar dinamika kebangsaan,” ujarnya.
Dengan kerangka besar tersebut, buku ini tidak hanya menyajikan peristiwa sejarah secara kronologis, tetapi juga menempatkannya dalam konteks global yang memengaruhi perjalanan bangsa Indonesia dari masa ke masa.
Tantangan Diseminasi Dan Harapan Ke Depan
Sebelumnya, Kementerian Kebudayaan telah melakukan soft launching buku Sejarah Indonesia: Dinamika Kebangsaan dalam Arus Global sebagai bagian dari pemutakhiran penulisan sejarah nasional. Buku ini disusun dalam sepuluh jilid utama yang mencakup perjalanan sejarah Indonesia dari prasejarah hingga era Reformasi, serta dilengkapi satu jilid faktaneka dan indeks untuk memperkuat rujukan akademik.
Penggagas Komunitas Historia Indonesia, Asep Kambali, menilai buku ini sebagai penanda penting hadirnya negara dalam kerja-kerja sejarah. “Narasi nasionalisme kita baru sekitar 100 tahun, padahal bentang sejarah Indonesia mencapai lebih dari 51 ribu tahun. Buku ini mengingatkan bahwa kecintaan terhadap Indonesia harus sejauh mungkin,” katanya.
Sementara itu, Ketua Klub Tempo Doeloe Jakarta, Agil Kurniadi, menyoroti pentingnya strategi diseminasi yang tepat agar buku ini benar-benar memberi manfaat luas. Menurutnya, publikasi massal perlu diiringi dengan upaya penyampaian yang efektif kepada masyarakat. “Tantangannya adalah bagaimana pengetahuan sejarah ini disampaikan dengan baik agar benar-benar memberi manfaat bagi publik,” tuturnya.
Dengan roadmap yang jelas menuju distribusi massal pada 2026, buku Sejarah Indonesia: Dinamika Kebangsaan dalam Arus Global diharapkan menjadi rujukan utama sejarah nasional. Lebih dari itu, buku ini diharapkan mampu menjadi fondasi penguatan literasi kebangsaan, sekaligus benteng intelektual bangsa Indonesia di tengah tantangan hoaks dan pseudohistori.