Cuaca Ekstrem

Cuaca Ekstrem Kian Ancam Stabilitas Rantai Pasok Global

Cuaca Ekstrem Kian Ancam Stabilitas Rantai Pasok Global
Cuaca Ekstrem Kian Ancam Stabilitas Rantai Pasok Global

JAKARTA - Cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi kini tidak lagi dipandang sebagai peristiwa musiman semata. Bagi dunia usaha dan logistik global, perubahan pola cuaca telah berkembang menjadi tantangan serius yang memengaruhi stabilitas rantai pasok internasional. Dari jalur perdagangan utama hingga sentra produksi pangan, gangguan akibat iklim memaksa pelaku industri meninjau ulang strategi ketahanan operasional mereka.

Perubahan iklim tidak hanya menciptakan ketidakpastian cuaca, tetapi juga memperlihatkan bahwa rantai pasokan global masih rentan terhadap tekanan lingkungan. Insiden yang dahulu dianggap terisolasi kini muncul secara berulang, menimbulkan gangguan signifikan bagi distribusi barang, ketersediaan komoditas, dan stabilitas harga di pasar internasional.

Cuaca Ekstrem Jadi Tantangan Baru Logistik Global

Cuaca ekstrem yang diperparah oleh perubahan iklim mendorong bisnis untuk menyadari bahwa ketahanan rantai pasok memerlukan tindakan lingkungan yang nyata, di samping adaptasi operasional. Dunia usaha mulai memahami bahwa gangguan iklim bukan lagi sekadar tantangan profesional, melainkan sinyal kuat bahwa praktik rantai pasok membutuhkan pembaruan mendasar.

Gangguan yang terjadi secara berkala kini berdampak langsung pada sektor logistik global. Peneliti yang mempelajari pola cuaca di sepanjang jalur perdagangan dunia mencatat bahwa gangguan cuaca semakin intensif di seluruh rantai pasokan global. Volatilitas iklim meningkat, baik dari sisi frekuensi, tingkat keparahan, maupun jangkauan geografis.

Para ilmuwan iklim memperingatkan bahwa kejadian cuaca ekstrem akan terus meningkat seiring naiknya suhu global. Kondisi ini berpotensi menjadikan turbulensi rantai pasokan sebagai gangguan yang bersifat konstan, bukan lagi kejadian luar biasa.

Dampak Langsung pada Komoditas dan Pangan Dunia

Dampak cuaca ekstrem terhadap rantai pasokan paling terasa pada sektor barang mudah rusak dan komoditas pangan. Menurut laporan DP World, dalam tiga tahun terakhir pemilik kargo di sektor barang mudah rusak mengalami gangguan terkait iklim hingga mencapai 93%.

Sekitar 75% pemilik kargo menghadapi kekurangan hasil panen akibat perubahan iklim. Selain itu, 35% terdampak oleh kekeringan di Terusan Panama, sementara 27% lainnya menghadapi masalah akibat rendahnya permukaan air di Sungai Rhine.

“Volatilitas iklim mengubah cara makanan bergerak melintasi perbatasan,” ujar Wakil Presiden Global Bidang Produk Mudah Rusak dan Pertanian di DP World, Alferd Whitman.

World Wide Fund for Nature mencatat bahwa tahun 2025 menjadi periode dengan musim semi dan musim panas terpanas serta terkering dalam lebih dari satu abad di Inggris. Kondisi ini berdampak langsung pada hasil panen pangan utama, termasuk gandum.

Gangguan rantai pasokan global juga terjadi pada produk kopi dan kakao. Kekeringan dan banjir menyebabkan masalah pasokan sekaligus mendorong kenaikan harga di pasar internasional.

Krisis Iklim dan Risiko Produksi Global

Data dari www.sustainabilitymag.com menunjukkan Brasil, yang menyumbang 38% produksi kopi global, mengalami sekitar 110.000 kebakaran hutan yang memengaruhi area seluas 114.000 kilometer persegi antara Januari hingga Agustus 2024. Sementara itu, Vietnam sebagai produsen kopi robusta terbesar dunia masih dalam tahap pemulihan akibat kekeringan yang terjadi pada periode 2023 hingga 2024.

Produksi kakao juga terdampak oleh kondisi cuaca ekstrem di Pantai Gading dan Ghana. Peningkatan curah hujan pada 2023 memicu penyebaran penyakit busuk buah kakao, sementara kekeringan pada 2024 semakin memperburuk situasi pasokan.

“Realitasnya sangat mencolok: titik kritis sedang dilampaui yang dapat menyebabkan seluruh ekosistem runtuh, peristiwa cuaca ekstrem menjadi hal yang biasa, dan populasi satwa liar menurun dengan kecepatan yang mengkhawatirkan,” ujar Ketua Dewan Pengawas WWF-UK, Sir Dave Lewis.

Situasi ini menegaskan bahwa krisis iklim tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga pada stabilitas ekonomi global yang bergantung pada kelancaran rantai pasokan lintas negara.

Dekarbonisasi sebagai Langkah Ketahanan Strategis

Menghadapi tekanan iklim yang semakin besar, pelaku bisnis, pemasok, dan pengirim barang mulai memprioritaskan mitigasi risiko cuaca sebagai bagian dari strategi rantai pasok. Upaya ini dilakukan bersamaan dengan langkah mengurangi kontribusi mereka terhadap perubahan iklim.

Seluruh rantai nilai kini didorong untuk mempertimbangkan emisi yang dihasilkan. Langkah-langkah seperti peralihan ke bahan bakar berkelanjutan, elektrifikasi armada, serta pemanfaatan energi terbarukan menjadi bagian penting dari strategi bisnis jangka panjang.

Lebih dari 90% emisi berada pada cakupan tiga, yakni emisi yang dihasilkan sepanjang rantai nilai. Oleh karena itu, peningkatan pelacakan data dan transparansi dinilai dapat membantu bisnis memahami serta mengelola emisi tersebut dengan lebih efektif.

Selain dekarbonisasi, mitigasi juga dilakukan melalui pemetaan risiko cuaca dan iklim di seluruh jaringan pemasok. Diversifikasi pemasok, peningkatan stok penyangga, penyusunan rencana kontingensi pelabuhan dan rute, serta penerapan alat manajemen rantai pasok menjadi langkah strategis yang semakin relevan.

Dengan cuaca ekstrem yang kian intens, ketahanan rantai pasokan tidak lagi sekadar soal efisiensi, melainkan soal keberlanjutan dan kelangsungan bisnis global di tengah krisis iklim yang terus berkembang.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index