Batubara

PTBA Bidik Pasar Vietnam untuk Ekspor Batubara, Hadapi Gejolak Perang Tarif AS-Tiongkok

PTBA Bidik Pasar Vietnam untuk Ekspor Batubara, Hadapi Gejolak Perang Tarif AS-Tiongkok
PTBA Bidik Pasar Vietnam untuk Ekspor Batubara, Hadapi Gejolak Perang Tarif AS-Tiongkok

JAKARTA - PT Bukit Asam Tbk (PTBA), perusahaan pertambangan batubara milik negara, mengambil langkah strategis dengan mengincar ekspor ke Vietnam sebagai pasar baru. Langkah ini diambil di tengah memanasnya tensi perdagangan global akibat perang tarif antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang berdampak signifikan terhadap permintaan batubara di negara-negara tujuan utama ekspor Indonesia.

Direktur Utama PTBA, Arsal Ismail, menyatakan bahwa perusahaan sudah mulai masuk ke pasar Vietnam pada kuartal pertama tahun ini dan masih mampu menjaga stabilitas ekspor di tengah ketidakpastian global.

Baru-baru ini, kita sudah mulai masuk ke Vietnam. Untuk sampai dengan triwulan I tahun 2025, kita masih bisa menjaga dan memenuhi permintaan dari kegiatan ekspor,” ujar Arsal dalam konferensi pers di Jakarta, dikutip dari Antara.
 

Vietnam Jadi Target Baru Ekspor Batubara
 

Langkah PTBA menggarap pasar Vietnam merupakan bagian dari upaya diversifikasi tujuan ekspor, mengingat proyeksi penurunan permintaan dari pasar tradisional seperti Tiongkok dan India. Kedua negara tersebut mengalami kelebihan pasokan (oversupply) batubara, sementara konflik tarif antara dua raksasa ekonomi dunia, Amerika Serikat dan Tiongkok, memperbesar ketidakpastian global.

Perang tarif balas-membalas AS-Tiongkok ini, Indonesia akan terkena dampaknya. Namun, pemerintah dengan cepat melakukan negosiasi dan berbagai macam terobosan sehingga dampaknya kepada kita paling tidak sudah bisa diantisipasi,” kata Arsal.
 

Tantangan di Pasar Tradisional dan Ketidakpastian Global
 

Tiongkok dan India selama ini menjadi pasar ekspor utama batubara Indonesia, termasuk PTBA. Namun, ketegangan geopolitik dan kebijakan perdagangan global yang tak menentu menimbulkan kekhawatiran akan melambatnya pertumbuhan ekonomi di negara-negara tersebut, yang pada akhirnya akan berdampak langsung terhadap permintaan energi fosil, termasuk batubara.

Ketidakpastian masih terjadi. Terutama tujuan ekspor kita seperti Tiongkok, India, Korea Selatan. Kita masih ada kekhawatiran kalau kondisi ini terjadi terus-menerus, pertumbuhan ekonomi mereka melambat dan mempengaruhi permintaan batubara,” tegas Arsal.

Menyikapi kondisi tersebut, PTBA tidak hanya berupaya memperluas pasar, tetapi juga memperkuat ketahanan bisnis dengan mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT) serta melakukan hilirisasi batubara.
 

Komitmen pada Diversifikasi Energi dan Hilirisasi
 

Meskipun kondisi pasar ekspor sedang tidak menentu, Arsal memastikan bahwa PTBA tetap "on track" dalam menjalankan sejumlah proyek pengembangan energi bersih. Perusahaan ini mulai serius dalam mendiversifikasi sumber pendapatannya melalui investasi di sektor energi terbarukan dan hilirisasi batubara.

Salah satu proyek unggulan adalah pembangunan pabrik percontohan (pilot plant) Wood Pellet dari Kaliandra Merah yang berlokasi di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Proyek ini merupakan bagian dari upaya mengembangkan energi berbasis biomassa yang lebih ramah lingkungan.

Selain itu, PTBA juga bekerja sama dengan berbagai BUMN dalam pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), seperti di Bandara Soekarno-Hatta bersama PT Angkasa Pura II, serta pengembangan PLTS di jalan tol bersama Jasa Marga Group. PTBA juga bersinergi dengan PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) untuk membangun PLTS dengan kapasitas 23,07 kilowatt peak (kWp).

Proyek-proyek ini mencerminkan komitmen kami terhadap pengembangan energi terbarukan dan mendukung target dekarbonisasi nasional,” ujar Arsal.
 

Hilirisasi Batubara Jadi Pilar Transformasi Bisnis
 

Sebagai bagian dari agenda transformasi bisnis, PTBA juga melakukan hilirisasi batubara dengan menggandeng Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam pilot project konversi batubara menjadi Artificial Graphite dan Anode Sheet. Produk ini sangat penting dalam pengembangan baterai untuk kendaraan listrik dan industri energi masa depan.

Langkah hilirisasi ini dinilai strategis karena tidak hanya memperpanjang rantai nilai batubara, tetapi juga mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap ekspor bahan mentah, yang selama ini menjadi sumber risiko ketika harga komoditas global menurun.

Selain itu, PTBA juga memperkuat sistem logistik melalui kerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) dalam proyek angkutan batubara di wilayah Tanjung Enim, yang diharapkan mampu meningkatkan efisiensi distribusi energi dalam negeri.
 

Optimisme PTBA di Tengah Tantangan Global
 

Meski prospek pasar batubara global masih dibayangi ketidakpastian, Arsal Ismail menyampaikan optimisme bahwa PTBA mampu beradaptasi dan tetap tumbuh melalui strategi ekspansi pasar dan transformasi bisnis.

PTBA mencatat kinerja yang mengesankan di tahun sebelumnya dengan pertumbuhan ekspor sebesar 30 persen, dan berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp5,10 triliun. Capaian tersebut menjadi bukti bahwa PTBA masih memiliki daya saing tinggi, bahkan di tengah tekanan global.

Langkah diversifikasi ke Vietnam dan pasar non-tradisional lainnya dinilai menjadi kunci agar PTBA tidak bergantung pada negara-negara tertentu, khususnya di saat gejolak geopolitik dan perang dagang belum menunjukkan tanda-tanda mereda.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index