JAKARTA - Percepatan transisi energi di Indonesia kembali mendapat dorongan baru dari pemerintah. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengumumkan kebijakan pemangkasan waktu perizinan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang sebelumnya bisa memakan waktu hingga satu tahun, kini dipersingkat menjadi hanya tiga bulan.
Langkah ini diharapkan mampu mempercepat pengembangan energi terbarukan, khususnya panas bumi, sekaligus menarik lebih banyak investasi ke sektor energi bersih.
“Panas bumi itu izinnya bisa sampai 1 tahun nggak selesai-selesai. Tetapi, sekarang kami sudah mulai ubah, cukup tiga bulan sudah selesai,” kata Bahlil di Jakarta.
Penyederhanaan Regulasi Demi Transisi Energi
Bahlil menegaskan bahwa pemangkasan waktu izin dilakukan melalui beberapa cara. Di antaranya dengan penyederhanaan regulasi, pemangkasan proses tender, dan penghapusan aturan yang dinilai menghambat.
Menurutnya, Indonesia saat ini membutuhkan sistem perizinan yang cepat, ramah investasi, dan bisa segera dieksekusi. Tanpa itu, transisi energi akan sulit berjalan, apalagi jika aturan yang ada terlalu berbelit-belit dan membuat investor enggan masuk.
“Sehingga kita bisa mencapai target dari apa yang sudah direncanakan,” ucapnya.
Bahlil menyebut, regulasi yang lambat selama ini menjadi salah satu hambatan besar dalam percepatan pengembangan energi baru dan terbarukan. Selain soal pendanaan, birokrasi yang panjang membuat proyek PLTP tidak bisa berjalan optimal.
Solusi untuk Percepat Energi Bersih
Kebijakan percepatan izin ini dianggap sebagai solusi penting. Dengan waktu perizinan hanya tiga bulan, pemerintah berharap investasi di sektor energi panas bumi bisa tumbuh lebih pesat. Hal ini sekaligus mempercepat transisi dari energi fosil menuju energi bersih yang lebih ramah lingkungan.
Bahlil menyoroti bahwa hampir di semua negara, produk-produk yang dihasilkan oleh green industry (industri ramah lingkungan) dan green energy (energi hijau) memiliki nilai jual yang lebih tinggi.
“Gak bisa lagi kita menunggu lama,” katanya.
Pernyataan itu sekaligus menekankan bahwa Indonesia tidak boleh tertinggal dalam tren global menuju energi hijau.
Posisi Indonesia di Pasar Panas Bumi Global
Saat ini, Indonesia menempati posisi nomor dua dunia dalam produksi listrik berbasis panas bumi. Dengan kapasitas terpasang sebesar 2.744 megawatt (MW), Indonesia hanya berada di bawah Amerika Serikat yang sudah mencapai 3.937 MW.
Potensi ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki sumber daya yang besar untuk menjadi pemain utama di sektor energi panas bumi. Tidak heran jika pemerintah dan BUMN energi mulai menyiapkan strategi agresif untuk memperluas kapasitas terpasang dalam beberapa tahun ke depan.
Target Pertamina: Jadi Raja Panas Bumi Dunia
Langkah percepatan izin ini juga sejalan dengan target ambisius yang dibawa PT Pertamina (Persero). Perusahaan energi milik negara itu membidik posisi nomor satu dunia dalam pembangkit listrik tenaga panas bumi pada 2029.
Dengan penambahan kapasitas terpasang secara bertahap, Pertamina berharap Indonesia bisa menyandang predikat sebagai “Raja Panas Bumi” dalam empat tahun mendatang.
Strategi ini tidak hanya menambah pasokan energi domestik, tetapi juga meningkatkan posisi tawar Indonesia dalam peta energi global.
Investasi dan Nilai Ekonomi Energi Hijau
Dari sisi ekonomi, percepatan izin PLTP diharapkan menciptakan efek berganda. Investasi yang masuk akan membuka lapangan kerja baru, meningkatkan pertumbuhan industri pendukung, dan mengurangi ketergantungan pada energi impor.
Selain itu, pemanfaatan energi panas bumi yang lebih besar akan menekan biaya jangka panjang karena sumbernya berlimpah dan berkelanjutan. Hal ini tentu lebih menguntungkan dibandingkan energi fosil yang kian terbatas.
“Salah satu yang menjadi masalah dalam mempercepat transisi energi dari fosil ke energi bersih adalah regulasi yang berbelit-belit, selain pendanaan,” tegas Bahlil.
Energi Panas Bumi, Aset Strategis Indonesia
Dengan letak geografis yang berada di cincin api Pasifik, Indonesia memiliki cadangan panas bumi terbesar kedua di dunia. Sumber daya alam ini jika dikelola secara optimal bukan hanya mampu memenuhi kebutuhan energi domestik, tetapi juga berpotensi menjadi andalan ekspor teknologi maupun keahlian di bidang energi panas bumi.
Percepatan izin yang dilakukan pemerintah menandai langkah konkret dalam mengoptimalkan aset strategis tersebut. Jika kebijakan ini konsisten dijalankan, bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi pionir energi panas bumi di dunia.
Pemangkasan waktu izin PLTP dari satu tahun menjadi tiga bulan merupakan langkah progresif yang bisa mengubah peta energi terbarukan di Indonesia. Dengan dukungan kebijakan yang ramah investasi, penyederhanaan regulasi, serta komitmen dari BUMN seperti Pertamina, target Indonesia menjadi produsen panas bumi nomor satu dunia pada 2029 bukan sekadar wacana.
Kebijakan ini juga menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mempercepat transisi energi bersih dan menghadapi tantangan perubahan iklim, sekaligus mengangkat posisi Indonesia di kancah energi global.