Pertamina Lanjutkan Negosiasi Base Fuel dengan SPBU Swasta

Senin, 06 Oktober 2025 | 12:46:49 WIB
Pertamina Lanjutkan Negosiasi Base Fuel dengan SPBU Swasta

JAKARTA - PT Pertamina (Persero) kembali menghadapi tantangan dalam distribusi bahan bakar minyak (BBM) dasaran atau base fuel setelah impor tahap kedua tidak berhasil terserap oleh operator stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta. 

Kegagalan ini membuat Pertamina akhirnya memanfaatkan pasokan tersebut untuk operasi internal perusahaan.

Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, menegaskan kepastian ini diperoleh setelah pertemuan antara Kementerian ESDM, Pertamina, dan operator SPBU swasta pada Jumat 3 Oktober 2025. “Komitmen untuk menuju kesepakatan dengan Pertamina,” ujarnya, dikutip Senin (6/10/2025).

Pertemuan tersebut dilakukan untuk menyelaraskan pandangan Pertamina dan SPBU swasta sesuai arahan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dan notulen Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR. 

Laode menekankan, fokus rapat bukan lagi pada pengaturan kargo, melainkan pada langkah koordinatif antara Pertamina dan swasta agar tercapai kesepakatan bisnis.

Impor Base Fuel Tahap Kedua Tak Laku

Sebelumnya, Pertamina mengonfirmasi impor base fuel tahap kedua sebanyak 100.000 barel tidak diminati SPBU swasta. Roberth Dumatubun, Sekretaris Perusahaan Pertamina Patra Niaga, mengatakan, “Belum ada sampai saat ini follow up kesepakatan.” 

Kapal kargo kedua yang tiba pada 2 Oktober 2025 akan dimanfaatkan Pertamina untuk operasi SPBU milik BUMN.

Sebagai catatan, impor base fuel tahap pertama yang juga sejumlah 100.000 barel pada 24 September 2025 ditujukan menambal kebutuhan BBM SPBU swasta yang mengalami kekosongan, namun tetap gagal terserap. Dengan demikian, dua tahap impor yang seharusnya memenuhi kebutuhan jaringan swasta total mencapai 200.000 barel namun kembali tidak tercapai kesepakatan.

Lima operator SPBU swasta yang terlibat dalam negosiasi B2B antara lain: PT Aneka Petroindo Raya (BP-AKR), PT Vivo Energy Indonesia (Vivo), PT ExxonMobil Lubricants Indonesia (Mobil), PT AKR Corporindo Tbk. (AKRA), dan PT Shell Indonesia (Shell).

Berdasarkan data Kementerian ESDM, Pertamina Patra Niaga masih memiliki sisa kuota impor 34% atau 7,52 juta kiloliter untuk 2025. Sementara itu, operator SPBU swasta membutuhkan tambahan pasokan RON 92 sebanyak 1,2 juta barel dan RON 98 sejumlah 270.000 barel hingga akhir tahun ini.

Penyebab Penolakan oleh SPBU Swasta

Negosiasi berjalan alot karena sejumlah alasan teknis dan administratif. Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, menjelaskan sebagian operator menolak pembelian akibat kandungan etanol dalam base fuel. 

“Kontennya ada kandungan etanol 3,5%, ini yang membuat kondisi teman-teman SPBU swasta untuk tidak melanjutkan pembelian karena ada konten etanol tersebut,” ujarnya dalam RDP Komisi XII DPR RI.

BP-AKR, salah satu operator utama, menyatakan masih menunggu dokumen certificate of origin untuk memastikan ketertelusuran asal BBM. Dokumen ini penting agar BP Plc., pemilik jaringan global, tidak menghadapi sanksi impor dari negara yang memberlakukan embargo. Selain itu, BP-AKR menegaskan bahwa BBM yang dibeli harus sesuai spesifikasi dan aspek komersialisasi menjadi syarat utama dalam negosiasi.

Presiden Direktur BP-AKR, Vanda Laura, menekankan, “Di aspek yang pertama, ini memang banyak pembicaraan yang agak panjang, yaitu kami membutuhkan tambahan satu dokumen. Jadi ini yang belum disepakati karena tambahan dokumen ini belum tersedia.”

Upaya Pertamina Melanjutkan Lobi

Dengan dua tahap impor yang tidak terserap, Pertamina melanjutkan lobi kepada operator swasta untuk mencari titik temu dalam pembelian base fuel. Strategi ini sejalan dengan arahan Kementerian ESDM agar kebutuhan BBM di pasar swasta tetap terpenuhi tanpa menimbulkan gangguan distribusi nasional.

Langkah Pertamina ini menjadi penting mengingat operator SPBU swasta tetap membutuhkan base fuel untuk menjaga ketersediaan BBM jenis RON 92 dan RON 98.

Upaya koordinatif dan negosiasi lanjutan diharapkan mampu menciptakan kesepakatan bisnis yang menguntungkan kedua belah pihak, sekaligus memenuhi kebutuhan energi masyarakat hingga akhir 2025.

Terkini