AAUI

AAUI Nilai Batas Penjaminan Polis Rp500-700 Juta Strategis

AAUI Nilai Batas Penjaminan Polis Rp500-700 Juta Strategis
AAUI Nilai Batas Penjaminan Polis Rp500-700 Juta Strategis

JAKARTA - Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menyambut estimasi batas penjaminan polis Rp500 juta hingga Rp700 juta dalam Program Penjaminan Polis (PPP) sebagai titik awal yang konstruktif. 

Ketua Umum AAUI Budi Herawan menekankan, angka indikatif ini memberi gambaran awal, tetapi tetap perlu diuji melalui simulasi aktuaria dan analisis risiko.

Menurut Budi, tujuan PPP adalah memberi perlindungan memadai kepada pemegang polis tanpa membebani pendanaan industri secara berlebihan. “Prinsipnya kami menyambut baik angka indikatif tersebut, tetapi penetapan final tetap perlu berbasis perhitungan yang matang serta uji dampak fiskal dan teknis,” ujarnya.

Persiapan Implementasi Perlu Intensif

AAUI menilai percepatan implementasi PPP dari 2028 ke 2027 menuntut kesiapan yang lebih matang. Menurut Budi, penguatan operasional, sosialisasi, penyelarasan sistem pelaporan, dan pemahaman pasar harus dilakukan lebih intensif agar transisi berjalan lancar.

Koordinasi erat antara regulator, LPS, dan asosiasi diyakini mempermudah penyesuaian industri. Budi menyoroti sejumlah aspek teknis yang perlu diperjelas, seperti metode pendanaan, kontribusi industri, limit per lini produk, mekanisme klaim ke LPS, supervisi agar tidak menimbulkan moral hazard, dan prosedur transisi jika ada perubahan aturan.

Sosialisasi menyeluruh juga menjadi prioritas agar perusahaan dan pemegang polis memahami hak, kewajiban, serta batasan penjaminan secara tepat. “Sosialisasi menyeluruh juga menjadi penting agar perusahaan maupun pemegang polis memahami hak, kewajiban, dan batasan penjaminan secara tepat,” tegasnya.

Diferensiasi Limit Per Lini Produk

AAUI mendorong pendekatan segmentatif dalam penetapan batas penjaminan, karena profil risiko dan nilai polis berbeda antar lini usaha. Contohnya, asuransi kendaraan bermotor dan properti membutuhkan struktur limit berbeda dibandingkan asuransi kredit, liabilitas, atau rekayasa.

Budi menambahkan, skema bertingkat yang mempertimbangkan variabilitas risiko tiap produk bisa menjadi model ideal. Hal ini memungkinkan penjaminan tetap adil, proporsional, dan sesuai karakteristik bisnis masing-masing lini. “Skema bertingkat yang mempertimbangkan variabilitas risiko tiap produk dapat menjadi model ideal, sehingga penjaminan tetap adil, proporsional, dan sejalan dengan karakteristik bisnis masing-masing lini,” jelasnya.

PPP Dorong Kepercayaan Publik

AAUI menilai arah pembentukan PPP sebagai langkah positif untuk memperkuat kepercayaan publik terhadap industri asuransi. Budi menegaskan, implementasi program ini perlu dilengkapi sosialisasi intensif, perhitungan limit yang matang, dan diferensiasi berbasis lini usaha agar kredibel dan efektif.

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memandang PPP bisa menjadi katalis bagi kebangkitan industri asuransi. Batas penjaminan yang diperkirakan mencakup sekitar 90% nilai polis di Indonesia diprediksi meningkatkan kepercayaan publik secara signifikan.

Ferdinan D. Purba, Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Polis LPS, menegaskan PPP merupakan mandat Undang-Undang No. 4 Tahun 2023. Program ini dirancang untuk memulihkan kepercayaan masyarakat, yang selama beberapa tahun terakhir terkikis oleh kasus gagal bayar dan pencabutan izin perusahaan.

“Berdasar pengalaman LPS dalam menjalankan penjaminan simpanan, kepercayaan masyarakat terhadap perbankan meningkat dan dana pihak ketiga (DPK) ikut naik,” ujarnya dalam acara Literasi Keuangan dan Berasuransi di Bandung, Sabtu (6/12/2025).

AAUI menekankan, jika PPP dijalankan dengan matang, baik dari sisi teknis maupun sosialisasi, program ini berpotensi menjadi fondasi stabilitas industri asuransi jangka panjang. Selain itu, program ini juga diharapkan mendorong kesadaran masyarakat untuk menggunakan produk asuransi secara lebih luas.

Dalam pandangan AAUI, percepatan PPP bukan sekadar pemenuhan regulasi, melainkan juga momentum untuk menata industri agar lebih profesional, transparan, dan berorientasi pada perlindungan nasabah. Dengan kolaborasi antara asosiasi, regulator, dan industri, program ini bisa diterapkan secara kredibel, adil, dan efektif bagi seluruh pemangku kepentingan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index