JAKARTA - Perjalanan Timnas Indonesia dalam dua tahun terakhir memperlihatkan kemajuan signifikan. Di bawah arahan dua pelatih top, Shin Tae-yong dan Patrick Kluivert, skuad Garuda tampil lebih disiplin, percaya diri, dan berani menghadapi lawan-lawan kuat di level Asia.
 
Keberhasilan menembus putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 menjadi tonggak penting dalam sejarah sepak bola nasional — sinyal bahwa Indonesia kini mulai diperhitungkan di kawasan.
Namun, langkah besar itu harus terhenti setelah dua kekalahan beruntun dari Arab Saudi (2-3) dan Irak (0-1). Hasil tersebut bukan hanya memupuskan mimpi tampil di Piala Dunia, tetapi juga menandai berakhirnya era Patrick Kluivert di kursi pelatih Timnas Indonesia.
Di tengah euforia dan evaluasi yang masih bergulir, mantan bek tangguh Timnas Indonesia, Hamka Hamzah, turut memberikan pandangan tajam mengenai performa tim. Ia menyoroti keputusan taktis Kluivert yang dianggap kurang tepat, khususnya dalam menempatkan pemain bertahan seperti Jay Idzes dan Kevin Diks.
Kelebihan dan Kekompakan Duet Jay Idzes – Kevin Diks
Hamka Hamzah, eks kapten dan pilar pertahanan Timnas Indonesia di era 2000-an, kini menjadi salah satu sosok yang sering dimintai pendapat tentang perkembangan sepak bola nasional. Dalam sebuah sesi Podcast Jebreeet Media, Hamka berbagi pandangan bersama sejumlah mantan rekan seangkatan seperti Ponaryo Astaman, Firman Utina, Greg Nwokolo, Cristian Gonzales, dan Cristian Carrasco.
Menurut Hamka, duet Jay Idzes dan Kevin Diks sejatinya memiliki kualitas luar biasa. Idzes dikenal solid dalam membaca permainan dan tenang saat menghadapi tekanan, sedangkan Diks punya kecepatan dan kemampuan menyerang yang kuat dari sisi kanan. Namun, Hamka sedikit terkejut ketika melihat Kevin Diks dimainkan sebagai bek tengah (stopper) mendampingi Idzes dalam beberapa laga terakhir di bawah Kluivert.
“Formasi apa saja itu terserah pelatih. Oke, namanya pemain belakang dipasang sesuai posisinya itu sudah memang kewajiban pemain. Hanya saja kalau Kevin Diks kemarin ditaruh sebagai stopper sama Jay Idzes cukup bikin saya terkejut,” ujar Hamka Hamzah.
Hamka menilai penempatan Diks di posisi itu tidak sepenuhnya efektif karena karakter bermainnya lebih cocok sebagai bek kanan yang aktif naik membantu serangan. “Saya rasa kembalikan ke posisi aslinya Kevin Diks sebagai bek kanan. Biarkan di situ ada Rizky Ridho atau Justin Hubner. Mau itu pakai dua stopper atau tiga stopper tapi yang memang sesuai posisi mereka, agar chemistry itu tidak berubah sesama pemain karena komunikasi mereka yang sering bermain situ,” lanjutnya.
Kelebihan di Lini Belakang, Tapi Butuh Penataan Ulang
Hamka juga menilai Indonesia kini memiliki stok bek tengah melimpah dengan kualitas yang cukup merata. Selain Idzes dan Diks, ada nama Rizky Ridho, Jordi Amat, dan Justin Hubner yang semuanya terbiasa bermain di level tinggi. Meski begitu, menurutnya, komposisi ideal tetap bergantung pada keseimbangan posisi dan pemahaman antar pemain.
Formasi Kluivert yang terkadang menempatkan Diks lebih ke tengah dianggap kurang optimal dalam menjaga stabilitas lini pertahanan. “Kalau Diks ditaruh sebagai stopper, itu agak mengurangi fleksibilitas di sisi kanan. Ia kan punya kemampuan menyerang dan crossing yang bagus, sayang kalau tidak dimaksimalkan,” ucap Hamka.
Ia menambahkan bahwa komunikasi antar pemain belakang menjadi kunci utama dalam menciptakan pertahanan yang solid. Chemistry antara pemain yang biasa bermain di posisi aslinya, kata Hamka, tidak bisa dibentuk dalam waktu singkat jika sering berganti peran.
Transisi Menuju Pelatih Baru dan Tantangan Besar di Depan
Sejak pemutusan kontrak Patrick Kluivert dan staf pelatihnya pada 16 Oktober lalu, PSSI kini tengah berburu pelatih anyar untuk menahkodai Timnas Indonesia. Tugas sang pelatih baru nanti tak ringan: mengembalikan kepercayaan diri tim, memperbaiki struktur permainan, dan menjaga konsistensi performa yang telah dibangun dua tahun terakhir.
PSSI menargetkan agar Indonesia bisa menembus peringkat 100 besar FIFA, tampil kompetitif di Piala Asia 2027, serta membuka peluang lolos ke Piala Dunia 2030. Harapan besar kembali ditumpukan pada generasi pemain yang kini makin matang secara teknis maupun mental, termasuk di lini belakang.
Hamka Hamzah berharap pelatih baru nanti bisa membaca potensi pemain secara lebih mendalam. “Karena Kevin Diks kadang kan terlalu jauh dan sering menyerang. Nah ditaruh di stopper kemarin itu saya agak kaget sama taktiknya Patrick Kluivert. Kenapa Kevin dijadikan bek tengah, sementara masih ada Ridho, ada Hubner yang memang posisi aslinya di situ ya,” tuturnya.
Harapan Hamka untuk Lini Pertahanan Masa Depan
Sebagai mantan pemain bertahan dengan pengalaman panjang di klub-klub besar Tanah Air seperti Persija, Persik Kediri, dan Arema, Hamka tahu betul betapa pentingnya konsistensi dalam membangun lini pertahanan. Ia berharap Timnas Indonesia ke depan bisa menemukan formasi terbaik yang tidak hanya mengandalkan fisik dan teknik, tetapi juga pemahaman taktik yang matang antar pemain.
“Mudah-mudahan dengan pelatih baru nanti bisa memahami setiap pemain yang berada di posisinya,” pungkas Hamka Hamzah, yang mengoleksi 32 caps bersama Timnas Indonesia.
Bagi Hamka, duet Idzes dan Diks tetap punya potensi besar untuk menjadi fondasi pertahanan masa depan. Namun, dengan penempatan yang tepat, kualitas keduanya bisa lebih maksimal — tidak hanya menjaga gawang dari kebobolan, tetapi juga mendukung serangan dengan lebih efektif dari sisi lapangan.
Perjalanan Timnas Indonesia mungkin belum selesai. Kegagalan di Kualifikasi Piala Dunia 2026 hanyalah bagian dari proses menuju kematangan. Dengan evaluasi menyeluruh dan pembenahan di berbagai lini, terutama di sektor pertahanan yang kini penuh talenta, asa menuju panggung dunia masih tetap terbuka.
 
                    
 
             
                   
                   
                   
                   
                   
                   
                
             
                                                      
                                                   