OJK

OJK Dorong Penguatan Modal Multifinance Demi Stabilitas Industri

OJK Dorong Penguatan Modal Multifinance Demi Stabilitas Industri
OJK Dorong Penguatan Modal Multifinance Demi Stabilitas Industri

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan komitmennya dalam memperkuat industri multifinance nasional melalui penegakan aturan modal minimum. 

Meski hingga akhir September 2025 masih terdapat empat perusahaan pembiayaan yang belum memenuhi syarat ekuitas Rp100 miliar, regulator menekankan bahwa langkah-langkah penguatan modal menjadi prioritas utama demi ketahanan jangka panjang sektor ini.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman, menjelaskan bahwa pihaknya tidak tinggal diam dalam menghadapi perusahaan yang belum patuh terhadap ketentuan permodalan. 

Menurutnya, ada berbagai opsi yang bisa ditempuh agar para pelaku industri tetap beroperasi sesuai aturan.

“Langkah yang kami dorong antara lain melalui injeksi modal dari pemegang saham pengendali (PSP), masuknya investor strategis yang kredibel, konsolidasi antarperusahaan, hingga opsi pengembalian izin usaha,” ujar Agusman dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK.

Empat Multifinance Masih Belum Penuhi Ketentuan

Per September 2025, jumlah perusahaan multifinance yang tercatat di Indonesia mencapai 145 entitas. Dari jumlah tersebut, masih ada empat perusahaan yang belum bisa memenuhi ketentuan ekuitas minimum. Angka ini tidak berubah dibandingkan dengan kondisi pada Agustus 2025.

Kondisi tersebut memang menjadi perhatian, namun tidak serta-merta mencerminkan pelemahan industri. OJK menegaskan bahwa mayoritas perusahaan multifinance sudah berada di jalur yang sehat, bahkan menunjukkan pertumbuhan positif.

Industri Multifinance Tumbuh Stabil

Meski masih ada tantangan di sisi kepatuhan permodalan, kinerja industri multifinance tetap terjaga dengan baik. OJK mencatat, total piutang pembiayaan multifinance pada Agustus 2025 mencapai Rp505,59 triliun, tumbuh 1,26% secara tahunan (year-on-year/YoY).

Dari sisi kualitas aset, indikator risiko juga membaik. Tingkat Non Performing Financing (NPF) net turun ke 0,85% dari sebelumnya 0,88%. Sementara itu, NPF gross tercatat 2,51%, sedikit membaik dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 2,52%.

Data ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat perusahaan yang masih perlu memperkuat modal, secara agregat industri multifinance masih mampu menjaga stabilitas dan pertumbuhan.

Modal Minimum, Pilar Kepercayaan Investor

OJK menegaskan kembali bahwa ketentuan ekuitas minimum Rp100 miliar bukan sekadar aturan administratif, tetapi instrumen penting untuk menjaga daya tahan industri. Modal yang kuat menjadi faktor penopang kepercayaan publik dan investor terhadap perusahaan pembiayaan.

“Ketentuan ekuitas ini kami dorong bukan hanya untuk memenuhi aturan, tetapi juga demi keberlanjutan bisnis dan kepercayaan pasar. Dengan modal yang sehat, multifinance akan lebih tangguh menghadapi risiko ekonomi maupun tantangan eksternal,” jelas Agusman.

Opsi-opsi yang ditawarkan OJK, seperti injeksi modal pemegang saham atau konsolidasi, diharapkan dapat memberikan jalan keluar yang realistis bagi perusahaan yang masih kesulitan memenuhi ketentuan. Dengan demikian, keseimbangan antara ketegasan regulator dan kelangsungan usaha tetap bisa dijaga.

Penanganan Jangka Panjang

Dalam konteks yang lebih luas, OJK menekankan bahwa penguatan permodalan perusahaan multifinance akan berdampak positif terhadap ekosistem keuangan secara keseluruhan. Dengan modal yang memadai, multifinance dapat memperluas pembiayaan ke berbagai sektor produktif tanpa menimbulkan risiko besar terhadap sistem keuangan nasional.

Selain itu, penguatan modal juga akan meningkatkan kemampuan multifinance dalam mengadopsi inovasi digital. Di era transformasi keuangan saat ini, perusahaan pembiayaan dituntut untuk beradaptasi dengan teknologi baru, baik dalam manajemen risiko maupun layanan kepada konsumen.

Regulator menilai bahwa perusahaan yang tidak memiliki modal cukup akan kesulitan berinvestasi pada sistem digitalisasi dan tata kelola, sehingga berpotensi tertinggal dalam persaingan.

Tantangan dan Harapan

Tantangan terbesar bagi empat multifinance yang belum memenuhi modal minimum adalah menentukan strategi jangka pendek yang sesuai. Apakah dengan menambah modal, mencari mitra investor, atau melebur dengan perusahaan lain, keputusan harus segera diambil agar tidak mengganggu keberlangsungan bisnis.

OJK sendiri menekankan pendekatan preventif, dengan memberikan waktu dan ruang bagi perusahaan untuk menyesuaikan diri. Namun, apabila tidak ada langkah nyata, opsi terakhir berupa pengembalian izin usaha tetap terbuka.

Meski demikian, optimisme tetap ada. Dengan mayoritas perusahaan yang sudah sehat, pertumbuhan piutang yang positif, serta penurunan rasio NPF, industri multifinance dinilai masih menjadi salah satu pilar penting dalam mendukung pembiayaan masyarakat dan dunia usaha.

Kasus empat multifinance yang belum memenuhi syarat modal minimum menjadi pengingat pentingnya kepatuhan terhadap regulasi OJK. Namun, di balik tantangan itu, data kinerja industri menunjukkan tren positif dengan pembiayaan yang tumbuh dan kualitas aset yang terjaga.

Bagi OJK, menjaga disiplin modal bukan sekadar soal angka, tetapi bagian dari strategi jangka panjang untuk memastikan industri multifinance lebih tangguh, adaptif, dan mampu menopang kebutuhan pembiayaan nasional.

Dengan langkah pengawasan yang ketat dan opsi solusi yang terbuka, diharapkan seluruh perusahaan multifinance dapat segera memenuhi ketentuan ekuitas minimum. Pada akhirnya, penguatan modal bukan hanya bermanfaat bagi regulator, tetapi juga bagi keberlanjutan bisnis dan kepercayaan investor terhadap industri multifinance di Indonesia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index