Bank Indonesia

Bank Indonesia Jaga Stabilitas Rupiah di Tengah Penurunan Cadangan

Bank Indonesia Jaga Stabilitas Rupiah di Tengah Penurunan Cadangan
Bank Indonesia Jaga Stabilitas Rupiah di Tengah Penurunan Cadangan

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) tengah menghadapi tantangan besar dalam menjaga kestabilan nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian global.

Upaya menjaga stabilitas tersebut ternyata menuntut biaya yang tidak kecil, terlihat dari berkurangnya cadangan devisa dan emas milik bank sentral sejak awal tahun. Penurunan ini menjadi sinyal bahwa intervensi pasar yang dilakukan BI cukup intensif demi mencegah pelemahan rupiah yang terlalu dalam.

Berdasarkan laporan BI, posisi cadangan devisa Indonesia pada September 2025 tercatat sebesar US$ 148,7 miliar, menurun dari US$ 150,7 miliar pada bulan sebelumnya.

Secara year to date, cadangan devisa mengalami penurunan signifikan dari posisi US$ 155,7 miliar pada akhir Desember 2024. Di saat bersamaan, cadangan emas BI juga tergerus dari 79,57 ton menjadi 65,63 ton per Agustus 2025.

Kondisi ini menunjukkan bahwa menjaga stabilitas rupiah di tengah tekanan pasar global tidak datang tanpa konsekuensi. BI harus mengorbankan sebagian cadangannya agar rupiah tidak terus terdepresiasi.

Intervensi BI di Pasar Valas Dorong Penurunan Cadangan Devisa

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menjelaskan bahwa penurunan cadangan devisa Indonesia utamanya disebabkan oleh intervensi aktif BI di pasar valuta asing. Tujuannya untuk menahan pelemahan rupiah di tengah tekanan eksternal, sementara pemerintah juga perlu membayar utang luar negeri yang jatuh tempo.

“Dua faktor ini merupakan penyebab utama penurunan posisi cadangan devisa dari US$ 150,7 miliar menjadi US$ 148,7 miliar pada September,” kata Josua.

Selain intervensi pasar dan pembayaran utang, beberapa faktor lain turut memperdalam tekanan pada cadangan devisa. Pertama, penguatan dolar AS menyebabkan nilai aset cadangan dalam mata uang non-dolar menyusut secara hitungan nominal, meskipun volumenya tidak berubah.

Kedua, supply devisa dari ekspor mulai melambat setelah peningkatan kuat di paruh pertama tahun ini. Di sisi lain, impor bahan baku dan barang modal meningkat seiring membaiknya aktivitas investasi domestik.

Ketiga, arus investasi portofolio yang mudah berbalik arah akibat perubahan suku bunga global membuat BI harus lebih sering turun tangan menjaga stabilitas.

Meski demikian, Josua menilai posisi cadangan devisa Indonesia masih tergolong aman, karena mampu menutupi kebutuhan impor hingga enam bulan ke depan, jauh di atas standar internasional tiga bulan.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa semakin sering BI melakukan intervensi, semakin besar pula biaya yang harus ditanggung untuk mempertahankan stabilitas rupiah.

Cadangan Emas Turun, Bukan Karena Penjualan

Selain cadangan devisa, penurunan cadangan emas BI juga menjadi perhatian publik. Data World Gold Council menunjukkan, hingga Agustus 2025, cadangan emas BI turun sekitar 12,94 ton menjadi 65,63 ton dari posisi 79,57 ton pada akhir 2024.

Menanggapi isu bahwa BI menjual emas, Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menegaskan bahwa bank sentral tidak melakukan penjualan emas sebagaimana rumor yang beredar.

Josua Pardede menjelaskan bahwa penurunan tersebut belum tentu menandakan adanya penjualan fisik emas. Ada kemungkinan BI menggunakan sebagian emasnya untuk memperoleh likuiditas dolar AS melalui mekanisme swap atau repo.

“Tergantung perlakuan akuntansi, emas yang sedang dipinjamkan atau dijadikan agunan bisa sementara waktu tidak tercatat sebagai emas pada pos cadangan, lalu kembali tercatat setelah jatuh tempo,” ujar Josua.

Ia juga menyebutkan kemungkinan adanya penyesuaian klasifikasi atau strategi rebalancing aset untuk meningkatkan efisiensi imbal hasil, terutama di tengah volatilitas pasar global. Artinya, penurunan tonase tidak berarti penjualan, melainkan bentuk optimalisasi cadangan demi menjaga kestabilan nilai tukar.

Prospek Rupiah dan Cadangan Devisa Menjelang Akhir Tahun

Josua memperkirakan posisi cadangan devisa Indonesia hingga akhir 2025 akan bertahan di kisaran US$ 149 miliar–US$ 153 miliar. Besarnya cadangan akan sangat dipengaruhi oleh arus masuk devisa, arah kebijakan moneter global, dan kebutuhan intervensi BI di pasar.

Ia menambahkan, selama cadangan devisa masih memadai, BI masih memiliki ruang untuk menstabilkan rupiah. “Dengan BI menjaga bauran instrumen valas, operasi pasar uang pro-pasar, dan koordinasi pembiayaan pemerintah, kami memperkirakan rupiah menutup tahun di sekitar Rp 16.200–Rp 16.400 per dolar AS,” katanya.

Menurut Josua, penurunan cadangan yang diiringi penguatan rupiah menandakan kebijakan stabilisasi BI berjalan efektif. Namun, hal itu juga menjadi sinyal bahwa menjaga kestabilan moneter di tengah ketidakpastian global tidaklah murah. BI harus terus mengoptimalkan aset cadangan agar kepercayaan pasar tetap terjaga.

Dengan kata lain, meskipun biaya stabilisasi tinggi, langkah BI menjaga stabilitas nilai tukar merupakan bagian penting untuk mempertahankan kestabilan ekonomi nasional. Selama cadangan devisa dan emas dikelola secara hati-hati, ketahanan ekonomi Indonesia diyakini tetap kuat menghadapi dinamika global yang fluktuatif.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index