Kemendikdasmen

Kemendikdasmen Ingatkan Bahaya Adiksi Gadget Bagi Generasi Muda

Kemendikdasmen Ingatkan Bahaya Adiksi Gadget Bagi Generasi Muda
Kemendikdasmen Ingatkan Bahaya Adiksi Gadget Bagi Generasi Muda

JAKARTA - Perkembangan teknologi digital yang semakin pesat memang memberi kemudahan akses informasi, namun di balik itu tersimpan risiko besar bagi generasi muda.

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) melalui Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) mengingatkan adanya ancaman serius dari penggunaan gadget yang berlebihan, terutama terhadap pembentukan karakter anak-anak dan remaja.

Kepala Puspeka, Rusprita Putri Utami, menekankan bahwa adiksi gadget kini menjadi tantangan nyata yang tidak bisa dipandang sebelah mata. “Saat ini tantangan kita cukup menantang ya, terutama di dunia pendidikan. Tadi seperti yang saya sampaikan, anak-anak mengalami adiksi gawai,” ujarnya.

Risiko Adiksi Lebih Bahaya dari Narkoba

Menurut Rusprita, globalisasi dan era digital membuat arus informasi bergerak begitu cepat sehingga mudah diakses anak-anak dari berbagai sumber. Kondisi ini menimbulkan risiko adiksi gadget yang bahkan dinilai lebih berbahaya dibandingkan kecanduan narkoba.

“Ada risiko adiksi gawai. Saat ini pasien yang masuk RSJ usia anak yang signifikan karena adiksi gawai dan pornografi. Adiksi gawai secara medis jauh lebih berbahaya dari adiksi narkoba,” tegasnya.

Fenomena ini menunjukkan betapa rentannya generasi muda ketika teknologi digital tidak diimbangi dengan penguatan karakter dan pengawasan orang tua. Gadget yang seharusnya menjadi sarana edukasi justru dapat berubah menjadi sumber masalah kesehatan mental maupun perilaku.

Generasi Strawberi dan Kerentanan Hidup Sehat

Lebih jauh, Rusprita menyebut generasi sekarang kerap dijuluki sebagai “Generasi Strawberi”. Istilah yang dipopulerkan akademisi Rhenald Kasali ini menggambarkan anak muda yang tampak kuat di luar, namun rapuh di dalam.

Selain persoalan adiksi, generasi muda juga menghadapi masalah kesehatan akibat gaya hidup yang tidak sehat. “Generasi sekarang ini juga cenderung rentan kondisinya karena kebiasaan yang tidak bagus, seperti malas gerak (mager), begadang, dan suka mengonsumsi minuman manis,” jelasnya.

Dengan kebiasaan tersebut, risiko kesehatan seperti obesitas, gangguan tidur, hingga menurunnya imunitas semakin meningkat. Bila tidak segera ditangani, generasi mendatang akan menghadapi tantangan besar dalam menjaga produktivitas dan kualitas hidup.

Peran Ekosistem Pendidikan dan Kolaborasi

Untuk menanggulangi hal tersebut, Puspeka Kemendikdasmen melakukan berbagai program penguatan karakter, salah satunya dengan mengundang beragam pemangku kepentingan dari ekosistem pendidikan. Rusprita menegaskan, langkah ini bukan sekadar formalitas, tetapi upaya nyata membangun sinergi lintas unsur agar masalah karakter anak bisa ditangani bersama.

“Kami sengaja mengundang berbagai unsur di ekosistem pendidikan. Sebenarnya harapan kami adalah setiap unsur yang ada di ekosistem ini bisa saling bertemu dan berdiskusi,” paparnya.

Dengan mempertemukan pihak sekolah, masyarakat, hingga pemerintah daerah, Puspeka berharap lahir solusi kolektif yang bisa langsung diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Peran Orang Tua Kunci dalam Pendidikan Karakter

Namun, menurut Rusprita, sebesar apapun upaya pemerintah, peran orang tua tetap menjadi faktor paling menentukan. Anak-anak cenderung meniru kebiasaan dan keteladanan yang mereka lihat di rumah. Oleh karena itu, pendidikan karakter idealnya dimulai dari lingkungan keluarga.

“Tidak perlu teori muluk dan rumit, cukup melalui proses pembiasaan dan arbitrasi mampu membentuk kebiasaan dan karakter. Jika dilakukan secara kolektif akan menjadi kebudayaan,” ujar Rusprita.

Ia menekankan, orang tua perlu memberi batasan penggunaan gadget, menciptakan kebiasaan baik seperti membaca, berolahraga, tidur teratur, hingga membatasi konsumsi makanan tidak sehat. Bila ini dijalankan secara konsisten, maka anak-anak akan tumbuh menjadi generasi kuat secara mental maupun fisik.

Ancaman Nyata yang Perlu Disikapi

Peringatan Kemendikdasmen ini menjadi alarm penting bagi masyarakat. Adiksi gadget bukan lagi fenomena baru, melainkan ancaman nyata yang kini menimpa banyak keluarga di Indonesia. Data meningkatnya pasien anak di rumah sakit jiwa karena kecanduan gadget dan pornografi menjadi bukti serius bahwa persoalan ini tidak bisa ditunda penanganannya.

Di sisi lain, pemerintah juga terus mendorong berbagai program literasi digital agar penggunaan gadget dapat diarahkan ke hal yang lebih produktif, misalnya pembelajaran daring, pelatihan keterampilan, atau pengembangan kreativitas.

Harapan ke Depan

Dengan adanya kolaborasi antara pemerintah, sekolah, dan keluarga, diharapkan dampak negatif gadget bisa ditekan seminimal mungkin. Anak-anak tetap bisa memanfaatkan teknologi untuk mendukung pembelajaran tanpa harus terjebak dalam kecanduan yang merugikan.

Rusprita optimistis bahwa bila upaya ini dijalankan secara konsisten, generasi muda Indonesia akan tumbuh lebih tangguh, sehat, dan berkarakter. “Harapan kami adalah setiap unsur yang ada di ekosistem ini bisa saling bertemu dan berdiskusi,” pungkasnya.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index