JAKARTA - Keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk menunda penerapan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi e-commerce menjadi sorotan penting.
Penundaan ini dinilai sebagai langkah bijak agar pelaku usaha, khususnya sektor digital, memiliki ruang beradaptasi dengan regulasi baru. Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menyambut positif keputusan tersebut.
Sekretaris Jenderal idEA, Budi Primawan, menegaskan kebijakan ini menunjukkan keterbukaan pemerintah terhadap aspirasi para pelaku usaha. Ia menyebut langkah ini bukan hanya mendengar suara industri, tetapi juga memastikan kebijakan pajak berjalan efektif tanpa memberatkan.
“Keputusan ini menunjukkan bahwa pemerintah mendengar masukan dari para pelaku usaha, sekaligus berupaya memastikan kebijakan perpajakan berjalan efektif tanpa menimbulkan beban berlebih, khususnya bagi pelaku yang masih membutuhkan ruang untuk beradaptasi,” ujar Budi.
Stimulus dan Dukungan untuk UMKM Digital
Budi menilai penundaan kebijakan ini membawa dampak positif bagi ekosistem Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) digital. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang menempatkan dana Rp 200 triliun pada Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).Dukungan fiskal tersebut dianggap melengkapi penundaan pajak sebagai upaya mendorong konsumsi masyarakat.
“Penundaan tersebut juga menjadi angin segar bagi ekosistem UMKM digital. Dengan adanya stimulus fiskal sebesar Rp 200 triliun yang digelontorkan pemerintah melalui Himbara, penting agar kebijakan fiskal dan perpajakan dapat saling melengkapi mendorong konsumsi masyarakat sekaligus menjaga penerimaan negara, dengan mempertimbangkan momentum yang tepat,” jelas Budi.
Kebijakan fiskal dan perpajakan yang saling terintegrasi diharapkan dapat menjaga keseimbangan. Bagi pemerintah, penerimaan negara tetap terjaga, sementara bagi pelaku usaha, ada kesempatan untuk memperkuat daya saing.
Pentingnya Dialog dan Proporsionalitas
Menurut idEA, perjalanan perumusan kebijakan perpajakan digital masih panjang. Proses diskusi antara pemerintah dan pelaku usaha harus terus dijaga. Dengan dialog yang terbuka, desain kebijakan nantinya akan lebih proporsional dan berkeadilan.
Budi berharap, terutama bagi UMKM digital yang kini menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi digital Indonesia, pemerintah tidak sekadar menyiapkan aturan, tetapi juga memastikan manfaat jangka panjang. “Terutama bagi UMKM digital yang merupakan tulang punggung pertumbuhan ekonomi digital Indonesia,” tegasnya.
Langkah ini diharapkan memberi sinyal positif kepada para pelaku usaha bahwa pemerintah tidak hanya berfokus pada penerimaan fiskal, tetapi juga menimbang keberlanjutan pertumbuhan ekonomi digital.
Penjelasan Menteri Keuangan Soal Penundaan
Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan penundaan ini dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi terkini. Ia menyebut kebijakan pajak e-commerce sempat menuai polemik sejak diumumkan pada pertengahan tahun.
“Saya lihat begini, ini kan baru ribut-ribut kemarin nih. Kita tunggu dulu deh,” kata Purbaya. Ia menegaskan, belum ada marketplace yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas transaksi penjualan barang oleh merchant.
Sebagai catatan, aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025. Dalam skema tersebut, pedagang akan dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 0,5 persen dari omzet bruto tahunan. Namun, implementasi aturan ini untuk sementara ditangguhkan.
Dengan adanya penundaan, pemerintah berharap dapat menemukan momentum yang tepat untuk penerapan kebijakan. Harapannya, pajak e-commerce bisa mendukung penerimaan negara tanpa menimbulkan gejolak di kalangan pelaku usaha.