Ilmiah

Penjelasan Ilmiah Fenomena Blood Moon 2025

Penjelasan Ilmiah Fenomena Blood Moon 2025
Penjelasan Ilmiah Fenomena Blood Moon 2025

JAKARTA - Langit Indonesia pada 7–8 September 2025 dini hari kembali menyuguhkan tontonan langka yang menyita perhatian banyak orang. Fenomena blood moon atau bulan berwarna merah pekat, yang jarang terjadi, berhasil memikat mata masyarakat. Banyak yang mengabadikan momen itu lewat kamera, membagikannya di media sosial, dan menjadikannya perbincangan hangat. Namun, di balik pesona visualnya, blood moon sebenarnya menyimpan penjelasan ilmiah yang menarik untuk dipahami.

Apa Itu Blood Moon?

Blood moon bukan sekadar istilah puitis, melainkan nama yang disematkan pada bulan saat sedang mengalami gerhana total. Pada momen ini, bulan tampak berwarna merah tua hingga tembaga, menyerupai darah.

Menurut penjelasan dari Space.com, peristiwa ini terjadi ketika bumi berada tepat di antara matahari dan bulan, sehingga cahaya matahari yang biasanya menyinari permukaan bulan sepenuhnya terhalang. Meski begitu, sebagian cahaya masih menembus atmosfer bumi dan dibelokkan. Proses penyaringan cahaya inilah yang membuat bulan tampak merah di mata pengamat di bumi.

Orbit bulan yang sedikit miring membuat gerhana tidak selalu terjadi setiap kali purnama. Namun, ketika posisi matahari, bumi, dan bulan sejajar, fenomena langka ini bisa disaksikan dengan jelas.

Sejak berabad-abad lalu, fenomena blood moon selalu menarik perhatian manusia. Ada yang menganggapnya sebagai tanda mistis, ada pula yang menjadikannya bahan penelitian. Kini, dengan penjelasan sains, blood moon dipahami sebagai bagian alami dari siklus pergerakan benda langit.

Seberapa Sering Blood Moon Muncul?

Bagi sebagian orang, blood moon terasa seperti peristiwa sekali seumur hidup. Padahal, menurut catatan astronomi, fenomena ini bukan sesuatu yang benar-benar langka. Space.com mencatat bahwa sekitar 29 persen dari seluruh gerhana bulan yang terjadi adalah gerhana bulan total, yang menghasilkan blood moon.

Secara rata-rata, bumi mengalami dua kali gerhana bulan setiap tahun. Namun, tidak semuanya bisa disaksikan sebagai gerhana total dari seluruh wilayah. Hanya sekali dalam sekitar 2,5 tahun, masyarakat di suatu wilayah berkesempatan melihat bulan benar-benar memerah.

Khusus pada September 2025, Indonesia menjadi salah satu lokasi terbaik untuk menyaksikan fenomena tersebut. Selain Indonesia, wilayah Asia lainnya dan Australia Barat juga beruntung dapat menikmatinya. Sementara itu, pengamat di Eropa, Afrika, Australia Timur, dan Selandia Baru hanya bisa menyaksikan sebagian fase gerhana. Amerika justru tidak mendapat kesempatan kali ini.

Apa yang Terjadi Saat Blood Moon?

Fenomena blood moon erat kaitannya dengan fase purnama. Mengutip dari stmikkomputama.ac.id, kondisi bulan penuh terjadi ketika matahari, bumi, dan bulan berada dalam garis lurus.

Dampaknya tidak hanya tampak pada visual bulan, tetapi juga pada laut. Fase ini memicu pasang purnama atau spring tide, yaitu kondisi ketika air laut sedikit lebih tinggi dari biasanya. Meski begitu, ketinggian air laut saat blood moon sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pasang purnama biasa.

Hal ini ditegaskan oleh BMKG yang menyatakan bahwa gerhana bulan, termasuk blood moon, tidak berkaitan dengan bencana alam. Pasang yang lebih tinggi semata-mata dipengaruhi oleh gravitasi bulan dan matahari, bukan akibat langsung dari fenomena bulan merah.

Pesona Ilmiah dan Estetika

Blood moon memiliki daya tarik ganda: indah dilihat dan menarik untuk dipelajari. Dari sisi ilmiah, fenomena ini menjelaskan bagaimana cahaya matahari berinteraksi dengan atmosfer bumi. Dari sisi estetika, blood moon menjadi momen langka yang mempertemukan masyarakat dengan keindahan alam semesta.

Tak heran, setiap kali fenomena ini terjadi, ribuan orang di berbagai negara rela begadang, menunggu, bahkan menggelar acara khusus untuk menyaksikan langit malam. Ada yang memandangnya sebagai kesempatan spiritual, ada pula yang murni menikmatinya sebagai pertunjukan kosmik.

Blood Moon 2025 di Indonesia

Peristiwa pada 7–8 September 2025 dini hari menjadi salah satu momen yang membuktikan antusiasme tinggi masyarakat Indonesia terhadap fenomena astronomi. Foto-foto blood moon berwarna merah pekat membanjiri media sosial. Diskusi pun muncul, mulai dari penjelasan sains, tafsir budaya, hingga sekadar kekaguman atas keindahan alam.

Momen seperti ini juga menjadi sarana edukasi, mengingatkan bahwa bumi, bulan, dan matahari bergerak dalam siklus yang pasti dan dapat diprediksi. Dengan pemahaman sains, masyarakat bisa lebih tenang menikmati peristiwa langit tanpa perlu khawatir dengan mitos atau kabar menyesatkan.

Fenomena blood moon yang terjadi pada awal September 2025 di Indonesia menjadi bukti bahwa langit selalu punya cara untuk memikat manusia. Bulan yang berubah merah bukanlah pertanda buruk, melainkan hasil dari interaksi cahaya, atmosfer, dan posisi orbit.

Dengan kejadian ini, kita diingatkan betapa luasnya jagat raya, sekaligus betapa pentingnya ilmu pengetahuan untuk memahami fenomena alam. Blood moon mungkin hanya berlangsung beberapa jam, tetapi pesonanya bisa meninggalkan kesan mendalam, baik bagi penikmat keindahan langit maupun bagi pecinta sains.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index