Kadin Dorong Produktivitas Dan Insentif Seiring Aturan Pengupahan Baru

Jumat, 19 Desember 2025 | 09:16:54 WIB
Kadin Dorong Produktivitas Dan Insentif Seiring Aturan Pengupahan Baru

JAKARTA - Peraturan Pemerintah terbaru mengenai pengupahan kembali menjadi sorotan dunia usaha. 

Kebijakan ini dinilai membawa konsekuensi luas bagi sektor industri, khususnya industri pengolahan nonmigas yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Di tengah harapan meningkatnya daya beli pekerja, muncul pula kekhawatiran terkait beban biaya produksi yang kian besar.

Kamar Dagang dan Industri Indonesia menilai kebijakan pengupahan tidak bisa berdiri sendiri. Tanpa langkah pendamping yang tepat, regulasi tersebut berpotensi menahan laju pertumbuhan industri. Oleh karena itu, keseimbangan antara perlindungan pekerja dan keberlanjutan usaha menjadi isu utama yang perlu diperhatikan pemerintah.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian Saleh Husin menegaskan bahwa penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan harus dibarengi dengan kebijakan pendukung. Menurutnya, peningkatan produktivitas tenaga kerja dan insentif investasi menjadi faktor krusial agar industri tetap kompetitif.

Pandangan ini mencerminkan sikap pelaku usaha yang mendukung kesejahteraan pekerja, namun juga menginginkan kepastian iklim usaha. Tanpa pendekatan yang komprehensif, kebijakan pengupahan berisiko menimbulkan dampak jangka menengah yang kurang menguntungkan bagi sektor industri.

Pengupahan Dan Dampaknya Terhadap Industri Nonmigas

Saleh Husin menilai kebijakan pengupahan berpotensi mendorong pertumbuhan dari sisi permintaan. Kenaikan upah dinilai mampu meningkatkan daya beli pekerja industri, sehingga konsumsi rumah tangga ikut terdorong secara bertahap.

Namun demikian, efek positif tersebut tidak dirasakan secara instan. Menurut Saleh, dampak peningkatan daya beli membutuhkan waktu untuk benar benar mendorong pertumbuhan ekonomi secara luas. Hal ini berbeda dengan lonjakan biaya produksi yang dirasakan pelaku industri dalam waktu cepat.

Di sisi lain, kenaikan upah langsung memengaruhi struktur biaya perusahaan. Pelaku usaha harus menyesuaikan pengeluaran operasional, terutama di sektor manufaktur yang padat karya. Kondisi ini membuat tekanan terhadap margin usaha semakin besar.

Karena itu, Saleh menekankan pentingnya kebijakan pendamping agar pertumbuhan industri pengolahan nonmigas tidak melambat. Tanpa dukungan yang memadai, sektor ini berisiko tumbuh di bawah potensi maksimalnya pada tahun mendatang.

Produktivitas Dan Rantai Pasok Jadi Kunci Penyeimbang

Menurut Kadin, peningkatan produktivitas tenaga kerja menjadi solusi utama untuk mengimbangi dampak kenaikan upah. Produktivitas yang lebih tinggi memungkinkan perusahaan menyerap kenaikan biaya tanpa harus mengorbankan daya saing.

Saleh menegaskan bahwa kebijakan pengupahan harus berjalan seiring dengan penguatan kapasitas sumber daya manusia. Pelatihan, peningkatan keterampilan, dan adopsi teknologi menjadi langkah penting yang perlu didorong secara konsisten.

Selain produktivitas, penguatan rantai pasok domestik juga menjadi perhatian. Ketergantungan pada bahan baku impor dapat memperbesar tekanan biaya ketika upah meningkat. Dengan rantai pasok yang lebih kuat, industri dapat menekan biaya produksi secara lebih efektif.

“Tanpa kebijakan pendukung yang kuat, seperti peningkatan produktivitas tenaga kerja, insentif investasi industri, dan penguatan rantai pasok domestik, pertumbuhan sektor industri nonmigas ke depan berisiko bergerak lebih lambat dibandingkan potensinya,” ujar Saleh.

Pertimbangan Investasi Dan Respons Pelaku Usaha

Sektor industri pengolahan nonmigas selama ini menjadi kontributor utama terhadap produk domestik bruto industri dan ekspor nasional. Namun sektor ini juga memiliki sensitivitas tinggi terhadap perubahan struktur biaya, termasuk kebijakan pengupahan.

Saleh menjelaskan bahwa pelaku usaha umumnya merespons kenaikan biaya dengan berbagai strategi penyesuaian. Langkah yang ditempuh antara lain peningkatan efisiensi, penerapan otomasi terbatas, hingga rasionalisasi tenaga kerja.

Dari sisi investasi, perubahan kebijakan pengupahan yang relatif sering dinilai dapat menahan realisasi investasi baru. Ketidakpastian biaya membuat investor cenderung bersikap lebih hati hati dalam menanamkan modal di sektor manufaktur.

Jika tidak diimbangi dengan insentif yang memadai, pembentukan modal tetap pada tahun mendatang berpotensi melambat. Oleh sebab itu, Kadin menilai insentif investasi dan efisiensi teknologi perlu menjadi bagian integral dari kebijakan pengupahan.

Aturan Baru Upah Minimum Dan Harapan Dunia Usaha

Pemerintah sebelumnya telah mengeluarkan peraturan pemerintah terkait kenaikan upah minimum dengan formula baru. Skema tersebut menggunakan perhitungan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi yang dikalikan dengan nilai alfa.

Aturan terbaru ini mengubah ketentuan sebelumnya dengan meningkatkan rentang nilai alfa. Dengan demikian, kenaikan upah minimum berpotensi menjadi lebih besar dibandingkan regulasi terdahulu.

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli meminta para gubernur untuk menetapkan besaran kenaikan upah sesuai aturan tersebut. Penetapan upah minimum provinsi dan kabupaten kota menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan tepat waktu.

Dalam regulasi terbaru juga diatur mengenai upah minimum sektoral, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten kota. Dunia usaha berharap kebijakan ini diterapkan secara seimbang dengan mempertimbangkan kondisi industri di masing masing daerah.

Kadin menegaskan bahwa tujuan meningkatkan kesejahteraan pekerja harus sejalan dengan keberlanjutan industri. Dengan kombinasi produktivitas yang meningkat, insentif investasi, dan kebijakan yang konsisten, pertumbuhan industri diharapkan tetap terjaga tanpa mengorbankan daya saing nasional.

Terkini