JAKARTA - Era baru bagi PT Sepatu Bata Tbk (BATA) resmi dimulai. Perusahaan yang identik dengan sepatu sehari-hari ini memutuskan untuk menghentikan seluruh kegiatan usaha industri alas kaki untuk kebutuhan sehari-hari.
Keputusan ini disahkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar pada 25 September 2025.
Corporate Secretary BATA, Hatta Tutuko, menjelaskan bahwa langkah ini diambil setelah melihat tren permintaan yang terus menurun terhadap produk sepatu yang diproduksi pabrik Purwakarta, Jawa Barat. “Kapasitas produksi pabrik jauh melebihi kebutuhan yang bisa diperoleh secara berkelanjutan dari pemasok lokal di Indonesia,” kata Hatta.
Ringkasan risalah RUPSLB menyebutkan bahwa perseroan menyetujui perubahan Pasal 3 Anggaran Dasar untuk menghapus kegiatan usaha industri alat kaki sehari-hari. Selain itu, seluruh ketentuan Anggaran Dasar akan disusun kembali menyesuaikan dengan penghapusan lini bisnis tersebut.
Keputusan ini juga berbarengan dengan pengunduran diri Presiden Komisaris Rajeev Gopalakrishnan, yang sebelumnya mengajukan resign pada 25 Juni 2025. RUPSLB menyetujui pengunduran diri ini, menandai perubahan signifikan dalam struktur kepemimpinan perusahaan.
Langkah penghapusan lini bisnis ini terjadi di tengah kinerja keuangan yang masih menantang. Berdasarkan laporan keuangan semester I-2025, BATA mencatat rugi bersih sebesar Rp 40,62 miliar, lebih rendah dibandingkan kerugian Rp 127,43 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Meski demikian, penjualan bersih turun drastis 38,74 persen menjadi Rp 159,43 miliar, dibandingkan Rp 260,29 miliar pada semester I-2024.
Total aset perusahaan hingga akhir Juni 2025 tercatat Rp 377,98 miliar, menurun dari Rp 405,66 miliar di akhir 2024. Sementara itu, total liabilitas BATA mencapai Rp 434,53 miliar dengan ekuitas Rp 56,54 miliar. Kondisi ini menunjukkan bahwa perseroan tengah menghadapi tekanan finansial yang memerlukan strategi baru untuk mempertahankan eksistensinya di pasar.
Penutupan pabrik Purwakarta telah dimulai sejak 30 April 2024. Meski langkah ini dilakukan sebelumnya, keputusan penghapusan lini usaha secara formal melalui RUPSLB menjadi titik resmi bagi BATA untuk mengakhiri era produksi sepatu harian. Menurut Hatta, tren penurunan permintaan dan overkapasitas produksi menjadi alasan utama penutupan pabrik.
“Permintaan pelanggan terhadap jenis produk yang dibuat di Pabrik Purwakarta terus menurun. Keputusan ini merupakan langkah strategis untuk menyesuaikan kapasitas produksi dengan permintaan pasar,” jelas Hatta.
Keputusan BATA untuk berhenti memproduksi sepatu sehari-hari bukan hanya soal efisiensi operasional. Ini juga menunjukkan perusahaan bersiap menghadapi transformasi bisnis di tengah kondisi industri yang berubah. Sebelumnya, perusahaan ini dikenal luas karena menghadirkan sepatu berkualitas untuk kebutuhan konsumen sehari-hari, tetapi tren konsumen dan persaingan pasar telah menggeser peta persaingan industri alas kaki di Indonesia.
Dengan penghapusan lini bisnis, BATA dapat memfokuskan sumber daya pada segmen lain atau inovasi produk baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan konsumen modern. Transformasi ini menjadi bagian dari upaya menstabilkan kinerja keuangan dan menjaga keberlanjutan perusahaan.
Meskipun mengalami penurunan penjualan, BATA tetap menunjukkan kemampuannya untuk menyesuaikan diri. Perusahaan menargetkan langkah-langkah strategis untuk menyeimbangkan aset dan liabilitas, serta memperkuat struktur ekuitas agar lebih tangguh menghadapi dinamika pasar.
Selain itu, pengunduran diri Presiden Komisaris Rajeev Gopalakrishnan menandai perubahan signifikan dalam kepemimpinan yang dapat berdampak pada arah strategis perusahaan ke depan. RUPSLB menyetujui pengunduran diri ini, sekaligus membuka peluang bagi restrukturisasi manajemen untuk menyesuaikan strategi dengan kondisi pasar dan transformasi bisnis yang sedang dijalankan.
Perjalanan BATA hingga kini mencerminkan tantangan yang dihadapi perusahaan yang sudah lama beroperasi di Indonesia. Penurunan permintaan, persaingan dari merek lokal maupun internasional, serta perubahan pola konsumsi masyarakat menjadi faktor pendorong bagi perusahaan untuk melakukan penyesuaian strategis.
Dengan penghapusan lini usaha sepatu sehari-hari, BATA kini berpeluang memikirkan model bisnis baru, seperti fokus pada segmen premium, distribusi digital, atau lini produk lain yang relevan. Transformasi ini diharapkan dapat menstabilkan kinerja keuangan, memperkuat posisi di pasar, dan membuka peluang pertumbuhan jangka panjang.
Meski langkah ini menandai berakhirnya era produksi sepatu harian, BATA tetap memiliki potensi untuk beradaptasi dengan tren industri dan preferensi konsumen yang terus berkembang. Dengan strategi yang tepat, perusahaan dapat kembali menemukan momentum pertumbuhan di tengah tantangan pasar yang semakin kompetitif.