Buruh Dorong Perlindungan Hukum Untuk Ojol Hingga Awak Kapal

Rabu, 01 Oktober 2025 | 15:02:53 WIB
Buruh Dorong Perlindungan Hukum Untuk Ojol Hingga Awak Kapal

JAKARTA - Sejumlah pekerja yang selama ini belum memiliki payung hukum resmi kembali menjadi sorotan.

Wakil Presiden Partai Buruh, Said Salahuddin, menekankan urgensi perlindungan hukum dan pemenuhan hak bagi kelompok pekerja yang belum diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan, termasuk ojek online (ojol), kurir, pekerja platform digital, hingga konten kreator.

“Karena mereka seolah dianggap bukan pekerja, padahal sesungguhnya mereka tergolong sebagai pekerja karena ada pemberi kerja,” ujar Said saat beraudiensi dengan DPR RI membahas revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dalam audiensi tersebut, Said menyoroti kesenjangan perlindungan hukum yang dialami berbagai profesi modern di tengah perkembangan ekonomi digital. Menurutnya, meskipun pekerja platform digital dan konten kreator telah berkontribusi secara signifikan dalam ekonomi, hak-hak mereka masih minim pengaturan formal. Hal ini membuat mereka rentan terhadap praktik kerja yang tidak adil, mulai dari upah yang tidak pasti hingga ketiadaan jaminan sosial.

Selain pekerja digital, perlindungan hukum bagi pekerja medis dan tenaga kesehatan juga menjadi perhatian. Said menegaskan, para tenaga medis berperan besar dalam menjaga kesehatan masyarakat, namun sayangnya belum mendapatkan perlindungan hukum yang kuat.

“Ini sangat menyedihkan. Mereka sudah berjuang demi kemanusiaan, tapi hak-haknya tidak muncul,” kata Said, menyoroti minimnya regulasi yang mengatur hak-hak pekerja medis dan kesehatan.

Kelompok pekerja lain yang turut terdampak adalah awak kapal. Hingga kini, perlindungan hukum bagi awak kapal hanya diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) atau peraturan menteri, bukan undang-undang. Akibatnya, banyak hak-hak mereka yang tidak terpenuhi sepenuhnya, mulai dari jaminan keselamatan kerja hingga perlindungan finansial.

“Banyak kelompok pekerja yang selama ini belum mendapat perlindungan dan pemenuhan hak-haknya, padahal sesungguhnya mereka tergolong sebagai pekerja,” tegas Said.

Audiensi dengan DPR tersebut juga dihadiri sejumlah pimpinan parlemen dan perwakilan pemerintah, termasuk Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustopa, dan Cucun Ahmad Syamsurijal, serta pimpinan Badan Legislasi (Baleg) dan Komisi IX DPR RI. 

Dari pihak pemerintah hadir Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, dan Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Mukhtarudin. Dalam pertemuan ini, koalisi serikat buruh menyerahkan naskah draf revisi UU Ketenagakerjaan yang mereka susun sendiri.

Langkah ini diambil karena DPR dan pemerintah belum memberikan kejelasan sejak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Oktober 2024, yang menuntut pembaruan aturan ketenagakerjaan. 

Said menekankan bahwa sudah 11 bulan berlalu sejak putusan MK, namun belum ada progres signifikan dari pihak legislatif. “Oleh sebab itu, kami mengambil inisiatif untuk menuangkan dulu secara garis besar masukan dari KSB-PB, yang kami jadikan dalam satu naskah,” ujarnya.

Selain itu, Said menyinggung janji Presiden Prabowo Subianto terkait pembahasan RUU Ketenagakerjaan dan RUU Perampasan Aset. Presiden disebut berkomitmen agar kedua RUU ini segera dibahas oleh DPR. 

“Beliau minta kepada Ketua DPR untuk langsung segera dibahas, segera oleh partai-partai, dan setuju untuk segera dibahas,” kata Andi Gani Nena Wea, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), usai bertemu Presiden Prabowo pada awal September 2025.

Revisi UU Ketenagakerjaan menjadi salah satu prioritas dalam Prolegnas 2025. Dari 52 RUU yang masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025, revisi UU Ketenagakerjaan termasuk agenda utama. Hal ini diharapkan mampu menutup celah hukum bagi berbagai profesi yang belum terlindungi, termasuk pekerja digital, ojol, kurir, awak kapal, dan tenaga medis.

Said menekankan, perlindungan hukum bukan sekadar formalitas, tetapi juga bentuk keadilan sosial. Dengan regulasi yang jelas, hak-hak pekerja dapat dipenuhi, termasuk upah layak, jaminan sosial, dan keselamatan kerja. Pekerja yang sebelumnya dianggap informal atau tidak berstatus resmi akan memperoleh kepastian hukum dan perlakuan adil di lingkungan kerja.

Usulan ini sejalan dengan tren global, di mana berbagai negara mulai mengatur hak pekerja platform digital dan industri jasa yang sebelumnya tidak diakui secara formal. Rasio upah, jaminan sosial, dan perlindungan kerja menjadi bagian dari regulasi modern yang diharapkan dapat menutup kesenjangan sosial di sektor ketenagakerjaan.

Audiensi ini menjadi momentum penting bagi koalisi serikat buruh untuk memperjuangkan hak pekerja, sekaligus memastikan revisi UU Ketenagakerjaan mampu mengakomodasi kebutuhan pekerja masa kini. Dengan dukungan DPR dan pemerintah, langkah ini diharapkan memperkuat posisi pekerja dalam menghadapi dinamika ekonomi dan perkembangan teknologi, serta memberikan kepastian hukum yang selama ini masih minim.

Dengan perhatian yang semakin besar terhadap hak pekerja, langkah koalisi serikat buruh menjadi sinyal positif bagi tercip

Terkini