Toyota Soroti Dampak Berakhirnya Insentif Impor Mobil Listrik

Rabu, 24 September 2025 | 10:45:32 WIB
Toyota Soroti Dampak Berakhirnya Insentif Impor Mobil Listrik

JAKARTA - Penghentian insentif impor mobil listrik utuh atau completely built-up (CBU) yang dipastikan tidak berlanjut setelah 31 Desember 2025 menuai sorotan dari pelaku industri otomotif. Bagi PT Toyota Astra Motor (TAM), kebijakan tersebut diyakini akan membawa dampak ke seluruh pemain industri, meski besaran pengaruhnya belum bisa langsung diprediksi.

Marketing Director TAM, Jap Ernando Demily, mengungkapkan bahwa dinamika pasar otomotif di Indonesia sangat cepat berubah. Karena itu, ia menilai perlu waktu untuk mencermati dampak penghentian insentif tersebut.

“Dampak penghapusan insentif mobil China atau honeymoon periode, mari kita cermati sama-sama dulu karena impaknya ke semua pemain di Indonesia,” kata Ernando dalam acara Astra Media Day 2025 di Jakarta, Selasa (23/9/2025).

Ia menekankan, kondisi pasar otomotif nasional dalam beberapa tahun terakhir justru stagnan, bahkan cenderung menurun. Hal ini membuat kolaborasi antara pelaku industri, perusahaan pembiayaan, serta pemerintah menjadi sangat krusial untuk menjaga keberlangsungan sektor otomotif.

Pasar Dinamis, Dampak Belum Terlihat Jelas

Meskipun pemerintah sudah memastikan penghentian insentif impor mobil listrik CBU, Toyota menilai evaluasi tidak bisa dilakukan secara terburu-buru. Ernando menyebut perlu waktu beberapa bulan ke depan untuk benar-benar memahami dampak nyata dari kebijakan tersebut.

“Jadi, kita lihat beberapa bulan ke depan dampaknya apa,” ujarnya.

Menurut Ernando, industri otomotif saat ini sedang berada di persimpangan. Di satu sisi, elektrifikasi kendaraan terus didorong agar industri nasional tidak tertinggal dari tren global. Namun di sisi lain, pasar dalam negeri belum sepenuhnya siap menerima perubahan cepat, terutama terkait daya beli dan infrastruktur pendukung.

Pentingnya Kolaborasi Semua Pihak

Menjawab tantangan itu, Ernando menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor. Industri otomotif, lembaga pembiayaan, dan pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus bersinergi agar sektor ini kembali tumbuh.

“Hal yang terpenting adalah bagaimana kita semua, baik industri, financing company, maupun pemerintah sebagai policy maker, bisa memikirkan kolaborasi supaya industri tumbuh lagi,” jelasnya.

Kolaborasi ini dianggap sebagai kunci untuk menciptakan keseimbangan antara mendorong transisi ke kendaraan listrik dan menjaga keberlanjutan industri otomotif konvensional yang masih mendominasi pasar Indonesia.

Multiplier Effect Industri Otomotif

Ernando juga mengingatkan bahwa industri otomotif tidak berdiri sendiri, melainkan menciptakan efek berganda (multiplier effect) yang sangat besar terhadap perekonomian nasional.

“Kalau industrinya dibangun, otomatis tier 2, tier 3, diler, hingga perusahaan logistik bisa hidup lagi,” kata Ernando.

Saat ini, ekosistem Toyota saja sudah melibatkan sekitar 350.000 orang di Indonesia. Angka tersebut menunjukkan betapa strategisnya industri otomotif dalam menyerap tenaga kerja, menggerakkan rantai pasok, dan memberi kontribusi ke berbagai sektor.

Harapan untuk Kebijakan yang Mendukung Pemulihan

Di tengah situasi pasar yang stagnan, Ernando berharap kebijakan yang diambil pemerintah ke depan bisa membantu pemulihan industri otomotif nasional.

“Kami berharap policy yang diambil ke depan bisa membantu recovery,” ucapnya lagi.

Ia menilai, pemerintah perlu mempertimbangkan langkah-langkah yang tidak hanya berpihak pada transisi kendaraan listrik, tetapi juga menjaga keseimbangan dengan ekosistem industri otomotif yang sudah ada. Dengan begitu, proses elektrifikasi tidak menimbulkan gejolak yang justru memperlambat pertumbuhan sektor.

Pemerintah Hentikan Insentif

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita telah menegaskan bahwa insentif impor mobil listrik CBU tidak akan diperpanjang setelah 31 Desember 2025. Kebijakan ini merupakan bentuk transisi agar industri otomotif nasional bisa berfokus pada pengembangan ekosistem kendaraan listrik di dalam negeri, mulai dari produksi hingga infrastruktur pendukungnya.

Namun, penghentian insentif ini juga menimbulkan pertanyaan terkait kesiapan pasar dalam negeri untuk menghadapi harga kendaraan listrik yang berpotensi lebih tinggi tanpa adanya keringanan impor.

Bagi Toyota, penghentian insentif impor mobil listrik CBU adalah kebijakan penting yang harus disikapi bersama. Dampaknya mungkin belum terasa saat ini, tetapi dalam jangka panjang bisa memengaruhi peta persaingan industri otomotif di Indonesia.

Kunci menghadapi perubahan ini terletak pada kolaborasi. Dengan sinergi antara industri, perusahaan pembiayaan, dan pemerintah, sektor otomotif nasional diharapkan tetap tumbuh, menciptakan lapangan kerja, sekaligus mampu beradaptasi dengan tren elektrifikasi global.

Terkini

Purbaya Pastikan Dukungan APBN untuk IKN Lanjut 2026

Rabu, 24 September 2025 | 16:18:17 WIB

BI Longgarkan Suku Bunga, OECD Naikkan Proyeksi RI

Rabu, 24 September 2025 | 16:18:16 WIB

IHSG Catat Rekor Tertinggi, Analis Waspadai Potensi Koreksi

Rabu, 24 September 2025 | 16:18:14 WIB

Harga Buyback Emas Antam Naik, Simak Aturan Terbaru

Rabu, 24 September 2025 | 16:18:13 WIB