JAKARTA - Anggota DPR RI Jamaludin Malik menekankan pentingnya integrasi data antara BMKG, BPBD, dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk memperkuat sistem peringatan dini banjir. Langkah ini dinilai krusial menghadapi potensi musim hujan ekstrem 2025–2026.
“Pemerintah harus mendorong integrasi data BMKG, BPBD, dan KLH untuk memperkuat early warning system,” ujar Jamaludin di Jakarta, Kamis. Integrasi ini diharapkan membuat respons terhadap bencana lebih cepat dan berbasis teknologi.
Usulan ini muncul menanggapi peringatan BMKG mengenai musim hujan ekstrem dan krisis sampah yang memperparah banjir, terutama di daerah wisata seperti Bali. Jamaludin menekankan kebijakan harus terukur, terintegrasi, dan berbasis teknologi.
“Banjir bukan semata fenomena alam. Krisis sampah yang tak terkelola di daerah wisata seperti Bali sudah memperparah dampaknya,” kata dia. Jamaludin menilai sistem peringatan dini harus canggih sekaligus diiringi perbaikan tata kelola sampah nasional.
BMKG memperkirakan puncak musim hujan akan terjadi dalam dua gelombang besar. Gelombang pertama diprediksi November–Desember 2025 di Sumatera dan Kalimantan, sedangkan gelombang kedua pada Januari–Februari 2026 di Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Intensitas hujan ekstrem diperkirakan meningkat, dengan potensi curah hujan setara satu bulan, namun bisa turun hanya dalam waktu satu hari. Jamaludin menegaskan pentingnya kesiapsiagaan berbasis prediksi ini untuk meminimalkan dampak banjir.
Ia menambahkan, kerugian akibat banjir tidak hanya bersifat fisik, tapi juga ekonomi dan sosial. Di Bali, misalnya, akumulasi sampah di sungai dan pantai telah menimbulkan kerusakan lingkungan, mengganggu pariwisata, bahkan menelan korban jiwa.
Sejalan dengan itu, Jamaludin meminta pemerintah daerah memanfaatkan momentum ini untuk mempercepat investasi pengelolaan sampah. Strategi yang dimaksud mencakup bank sampah digital, teknologi daur ulang, hingga pembangkit listrik tenaga sampah.
Kolaborasi antara pemerintah, BUMN, dan pihak swasta juga dinilai penting untuk memastikan pendanaan berkelanjutan dan dampak nyata bagi masyarakat. Dengan sinergi ini, mitigasi banjir dan pengelolaan sampah bisa berjalan lebih efektif.
“Ketahanan lingkungan adalah bagian dari ketahanan nasional. Kita tidak bisa terus merespons bencana dengan pola reaktif,” ucap Jamaludin. Ia menekankan perlunya kebijakan jangka panjang untuk adaptasi iklim.
Jamaludin menambahkan DPR akan mengawal agar APBN 2026 mengalokasikan dana memadai untuk mitigasi dan adaptasi iklim. Alokasi ini termasuk perbaikan tata kelola sampah yang lebih modern, ramah lingkungan, dan berbasis teknologi.
Dengan integrasi data BMKG, BPBD, dan KLH, pemerintah diharapkan dapat membangun sistem peringatan dini yang lebih cepat dan akurat. Hal ini penting untuk melindungi masyarakat dari bencana banjir yang semakin ekstrem akibat perubahan iklim dan krisis sampah.
Lebih lanjut, Jamaludin menekankan bahwa teknologi bisa digunakan untuk memantau sungai, hujan ekstrem, dan kapasitas saluran air. Integrasi ini akan membantu pemerintah daerah merespons bencana sebelum dampak fisik dan sosial muncul.
“Jika sistem peringatan dini ini berjalan optimal, masyarakat bisa diberi informasi lebih awal dan dampak banjir dapat diminimalkan,” kata dia. Sistem ini juga memungkinkan koordinasi lintas sektor berjalan lebih efektif.
Selain itu, pengelolaan sampah modern menjadi bagian penting mitigasi banjir. Pemanfaatan sampah untuk energi, bank sampah digital, dan teknologi daur ulang diharapkan mengurangi akumulasi sampah yang sering menjadi penyebab banjir di perkotaan dan daerah wisata.
Jamaludin menekankan, mitigasi bencana dan tata kelola lingkungan tidak bisa berjalan parsial. Pendekatan integratif antara data meteorologi, kesiapsiagaan daerah, dan pengelolaan lingkungan menjadi kunci mengurangi risiko banjir.
Dengan pendekatan ini, DPR berharap pemerintah tidak hanya merespons banjir setelah terjadi, tapi mampu mengantisipasi. Langkah proaktif ini akan memberikan perlindungan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang lebih efektif.
Integrasi data lintas instansi pun dinilai penting untuk menyusun strategi adaptasi iklim jangka panjang. Teknologi dan kebijakan terpadu akan menjadi fondasi untuk mengurangi kerugian akibat banjir di masa depan.
Dengan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, BUMN, swasta, dan masyarakat, sistem peringatan dini dan pengelolaan sampah bisa berjalan berkelanjutan. Ini sekaligus menjadi upaya memperkuat ketahanan nasional menghadapi bencana.