Kementerian ESDM Tetapkan Harga Biofuel Baru

Selasa, 08 Juli 2025 | 13:16:47 WIB
Kementerian ESDM Tetapkan Harga Biofuel Baru

JAKARTA - Penyesuaian harga bahan bakar nabati kembali dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Kebijakan ini menyasar dua komoditas utama, yaitu bioetanol dan biodiesel, yang kini telah ditetapkan Harga Indeks Pasarnya (HIP) untuk periode Juli 2025.

Dalam pengumuman resminya, Kementerian ESDM menyampaikan bahwa harga terbaru untuk kedua bahan bakar tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan bulan sebelumnya. Penyesuaian ini tak lepas dari faktor fluktuasi bahan baku dan kurs rupiah terhadap dolar AS yang menjadi elemen utama dalam formulasi perhitungan HIP.

Untuk bulan Juli 2025, HIP bioetanol ditetapkan sebesar Rp10.832 per liter, mengalami penurunan signifikan dari Rp13.356 per liter pada bulan Juni. Perubahan ini banyak dipengaruhi oleh penurunan harga bahan baku berupa tetes tebu dan nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar AS.

Perhitungan HIP bioetanol berlandaskan pada formula yang ditetapkan oleh pemerintah: HIP = (harga tetes tebu KPB rata-rata tiga bulan x 4,125 kg/liter) + US$0,25 per liter.

Selama periode 15 Maret hingga 14 Juni 2025, harga rata-rata tetes tebu berdasarkan data dari Kantor Pemasaran Bersama (KPB) tercatat sebesar Rp1.636 per kilogram. Data ini menjadi acuan utama dalam menetapkan harga bioetanol pada bulan berjalan.

Untuk mengubah bahan baku tetes tebu menjadi bentuk liter, digunakan faktor konversi 4,125 kg per liter. Selain itu, tambahan tetap US$0,25 per liter digunakan untuk mencerminkan biaya konversi dari bahan mentah menjadi bioetanol siap pakai.

Kurs tengah Bank Indonesia juga menjadi faktor krusial dalam perhitungan tersebut. Untuk Juli 2025, konversi dolar ke rupiah dilakukan dengan patokan Rp16.339 per dolar AS.

Sementara itu, untuk jenis bahan bakar nabati biodiesel, HIP Juli 2025 ditetapkan sebesar Rp12.874 per liter ditambah ongkos angkut. Angka ini hanya turun tipis dibandingkan bulan sebelumnya yang berada di angka Rp12.890 per liter plus ongkos angkut.

Perhitungan HIP biodiesel mengikuti rumus: HIP = (harga CPO KPB rata-rata + US$85 per ton) x 870 kg/m³ + ongkos angkut.

Dalam rumus tersebut, harga crude palm oil (CPO) menjadi komponen kunci, ditambah biaya konversi US$85 per metrik ton, yang nilainya tetap sejak bulan sebelumnya. Faktor 870 kg per meter kubik dipakai untuk konversi berat ke satuan volume (liter).

Kurs tengah Bank Indonesia untuk perhitungan biodiesel kali ini dipatok pada Rp16.303 per dolar AS, yang sedikit berbeda dari kurs untuk bioetanol.

Kementerian ESDM menegaskan bahwa metode penghitungan HIP dilakukan sepenuhnya berdasarkan regulasi yang berlaku. Penetapan harga bioetanol mengacu pada formula resmi yang ditetapkan melalui keputusan kementerian, termasuk pemakaian data bahan baku dan nilai kurs. Sedangkan harga biodiesel merujuk pada Keputusan Menteri ESDM Nomor 3.K/EK.05/DJE/2024, yang secara rinci mengatur komponen-komponen harga bahan bakar nabati tersebut.

Adapun untuk ongkos angkut biodiesel, acuan yang digunakan adalah Lampiran I Keputusan Menteri ESDM Nomor 153.K/EK.05/DJE/2024, yang menetapkan skema biaya transportasi dari lokasi produksi hingga titik distribusi.

Koreksi harga yang dilakukan terhadap kedua jenis bahan bakar tersebut mencerminkan komitmen pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara biaya produksi dan kemampuan daya beli masyarakat. Penyesuaian ini juga berfungsi sebagai strategi stabilisasi harga di tengah ketidakpastian global terkait harga bahan baku dan nilai tukar mata uang asing.

Penurunan harga bioetanol yang hampir mencapai Rp2.500 per liter menjadi perhatian tersendiri, karena mencerminkan dinamika pasar yang cukup tajam. Sebaliknya, harga biodiesel terlihat lebih stabil, dengan koreksi hanya belasan rupiah saja.

Langkah Kementerian ESDM ini merupakan bagian dari upaya mendukung transisi menuju energi bersih dan terbarukan. Baik bioetanol maupun biodiesel tergolong bahan bakar nabati ramah lingkungan yang menjadi alternatif penting untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil.

Pemerintah berharap, dengan harga yang kini lebih kompetitif, pemanfaatan biofuel bisa semakin luas baik di sektor industri maupun transportasi publik. Teknologi pencampuran bahan bakar nabati ke dalam BBM fosil sudah cukup mapan, tercermin dalam implementasi skema B30 (biodiesel 30 persen) dan E5 (etanol 5 persen) yang telah diterapkan pada kendaraan bermotor di Indonesia.

Pembaruan harga secara berkala yang dilakukan Kementerian ESDM juga memberikan kepastian kepada pelaku industri bahan bakar nabati, termasuk produsen bahan baku seperti tebu dan CPO. Kepastian harga ini sangat penting untuk menjaga keberlanjutan rantai pasok dan menarik investasi ke sektor energi terbarukan nasional.

Penetapan HIP bioetanol dan biodiesel di Juli 2025 akan menjadi rujukan resmi dalam distribusi bahan bakar nabati di seluruh wilayah Indonesia, baik untuk skema subsidi maupun nonsubsidi, dan akan berlaku untuk semua lembaga penyalur resmi.

Melalui langkah ini, pemerintah kembali menegaskan bahwa diversifikasi energi bukan hanya sebatas wacana, tetapi juga dijalankan secara konkret dan terukur, demi mencapai ketahanan energi dan komitmen pengurangan emisi karbon Indonesia.

Terkini